Jumat, 08 Februari 2008

Siapkan Jaringan Online di 2.523 SPBU


Rencana Pembatasan Bensin-Solar di Jawa-Bali

Pemerintah terus mematangkan kebijakan pembatasan konsumsi premium dan solar. Meski mekanisme pelaksanaannya belum dibuat secara detail, pemerintah sudah mengantongi butir-butir panduan untuk menjalankan kebijakan tersebut.

Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Tubagus Haryono mengatakan, panduan utamanya adalah semua kendaraan, baik sepeda motor maupun mobil pribadi dan umum, akan dikenai pembatasan. "Khusus mobil mewah dan moge (motor gede, Red) sudah pasti tidak boleh membeli BBM (bahan bakar minyak) bersubsidi," ujarnya ketika dihubungi Jawa Pos tadi malam (7/1).

Seperti diberitakan, pemerintah berencana menerapkan sistem pembatasan konsumsi premium-solar. Nanti setiap kendaraan mendapat jatah pembelian bahan bakar per hari. Volume pembelian dikendalikan melalui kartu pintar (smart card) yang ditempel di kaca depan kendaraan.

Selanjutnya, kartu yang memiliki barcode tersebut akan dibaca dengan alat pemindai di SPBU berapa volume maksimal yang boleh dibeli setiap hari. Bila melebihi jatah volume, otomatis pembelian ditolak.

Tubagus mengakui, saat ini pihaknya memang baru memiliki gambaran umum mekanisme pembatasan konsumsi premium-solar. Terkait mekanisme teknis pelaksanaan, kuota masing-masing kendaraan, kriteria mobil mewah, bagaimana jika satu keluarga memiliki beberapa mobil, dan seabrek hal teknis lain hingga kini masih dalam kajian. "Ini memang luar biasa kompleks sebelum benar-benar diberlakukan," katanya.

Karena itu, lanjut dia, dalam waktu dekat pihaknya akan melakukan survei lanjutan untuk memetakan karakteristik perilaku konsumsi premium-solar di masyarakat. "Yang akan kami survei adalah kebutuhan, bukan keinginan," terangnya.

Untuk itu, kata Tubagus, pihaknya akan menggandeng konsultan independen yang memiliki kapabilitas untuk melakukan survei. Di antara yang akan disurvei, kebutuhan konsumsi per hari bagi pemilik kendaraan roda dua, roda empat, dan kendaraan umum.

Hasil survei tersebut selanjutnya dibuatkan angka rata-rata untuk menentukan kuota yang akan diterapkan bagi masing-masing jenis kendaraan. Untuk kendaraan umum, lanjut dia, jelas kuotanya akan lebih besar dibandingkan dengan kendaraan pribadi. Sebab, jarak tempuh harian kendaraan umum memang lebih jauh. "Hal seperti ini juga kami perhitungkan," ujarnya.

Bagaimana angka kuota 5 liter per kendaraan per hari yang sempat diberitakan di media? "Itu tidak benar. Sebab, baru akan dihitung lewat survei," jelasnya.

Dalam kesempatan itu, Tubagus juga mengklarifikasi pernyataan anggota Komite BPH Migas Adi Subagyo Rabu lalu (6/2). Saat itu, Adi mengatakan, kebijakan pemerintah itu dilaksanakan Mei 2008 dan diberlakukan di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi). Kemudian, kebijakan itu dilakukan di Jawa dan Bali pada akhir 2008.

"Yang benar, akan dilakukan di wilayah Jawa-Bali secara serentak," tegas Tubagus. Alasannya, lanjut dia, jika tidak dilakukan secara serentak, sistem tersebut tidak akan efektif. Sebab, pemilik kendaraan di daerah pinggiran bisa membeli premium-solar di daerah lain yang belum dibatasi.

Menurut dia, sukses tidaknya pelaksanaan sistem distribusi tertutup memang erat berkaitan dengan prinsip isolasi. Artinya, wilayah pelaksanaan memang harus terisolasi dalam suatu pulau. "Dengan begitu, baru akan efektif," tuturnya.

Tubagus mengakui, pemberlakuan serentak tersebut mengandung konsekuensi besar. Sebab, pihaknya harus menyiapkan jaringan online di seluruh SPBU Jawa-Bali yang jumlahnya 2.523 unit. Tujuannya, barcode atau smart card dapat terbaca dan datanya tercatat atau teregister di seluruh jaringan SPBU se-Jawa-Bali.

Untuk itu, lanjut dia, BPH Migas akan mengembangkan perangkat Sistem Informasi Manajemen (SIM) yang saat ini dimiliki dan digunakan untuk memantau proses distribusi BBM bersubsidi di seluruh Indonesia. "Basic-nya sudah ada, tinggal dikembangkan," ujarnya.

Mengingat kompleksitas yang begitu tinggi, apakah BPH Migas optimistis bisa menerapkan sistem tersebut Mei nanti? "Itu harapan kami. Selanjutnya, kita lihat saja nanti," katanya.

Tubagus, tampaknya, bersikap realistis. Dia mengatakan, detail teknis pelaksanaan sistem tersebut memang sangat bergantung seberapa cepat hasil data survei tentang karakteristik perilaku konsumsi BBM bersubsidi didapat.

Padahal, lanjut dia, hingga kini pun konsultan independen yang akan digandeng belum ditentukan. Tubagus mengatakan, pihaknya juga tidak akan asal tunjuk. Sebab, itu berkaitan dengan proyek pemerintah sehingga prinsip transparansi harus dikedepankan. "Kemungkinan akan ada semacam beauty contest untuk perusahaan konsultan," jelasnya.

Itu pun, kata dia, baru bisa dilakukan setelah mendapatkan persetujuan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Sebab, proyek tersebut memerlukan dana yang tidak sedikit. Karena itu, dalam waktu dekat, pihaknya segera berkoordinasi dengan menteri keuangan untuk membahas dana yang dibutuhkan untuk proses survei maupun dana keseluruhan untuk pelaksanaan pembatasan premium-solar tersebut.

Yang jelas, kata Tubagus, rencana pembatasan itu ditujukan untuk mengajak masyarakat berhemat. Sebab, lanjut dia, kuota distribusi BBM bersubsidi memang dibatasi oleh pagu dalam APBN 2008, yakni premium 16.950 kiloliter (KL), minyak tanah 7.886.525 KL, dan solar 11.000.000 KL. Karena itu, sudah sepatutnya konsumsi masyarakat juga dibatasi. "Mohon ini dimengerti semua pihak," pintanya.

Selain BPH Migas, pekerjaan besar akan dipikul Pertamina atas pemberlakuan sistem tersebut. Menyikapi hal itu, Vice President Komunikasi PT Pertamina Wisnuntoro mengatakan, pihaknya segera menyusun persiapan yang diperlukan untuk mendukung program tersebut. "Intinya, kami selalu siap," ujarnya ketika dihubungi tadi malam.

Menurut dia, persiapan utama akan difokuskan pada SPBU-SPBU milik Pertamina maupun pengusaha yang tergabung dalam Hiswana Migas. "Kami segera berkoordinasi," katanya.

Terkait kesiapan produk BBM, Wisnuntoro mengaku tidak ada masalah. Pihaknya juga akan menyiapkan antisipasi atas melonjaknya permintaan Pertamax maupun Pertamax Plus jika nanti pembatasan premium-solar diberlakukan.

Menurut dia, hal tersebut bisa diatasi dengan men-setting operasional kilang Pertamina. Misalnya, menambah produksi Pertamax maupun Pertamax Plus. Dia mengatakan, itu bukan merupakan hal sulit untuk dilakukan. "Jadi, mudah-mudahan semua bisa berjalan lancar," ujarnya. (sumber:jawapos)

teks foto: ANTREAN pembelian BBM pasti akan lebih padat jika kebijakan pembatasan bensin-solar diberlakukan di Jawa dan Bali

0 komentar:

Posting Komentar