Jumat, 15 Februari 2008

ICW Laporkan Kegiatan Sosial BI Fiktif


Jakarta: Indonesia Corruption Watch (ICW), Kamis, melapor kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahwa kegiatan Pengembangan Sosial Kemasyarakatan (PSK) Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) fiktif.

YPPI adalah yayasan yang terafiliasi dengan Bank Indonesia (BI). Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 3 Juni 2003 memutuskan penggunaan dana YPPI sebesar Rp100 miliar untuk kegiatan pengembangan sosial kemasyarakatan.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menduga dana itu mengalir untuk membantu proses hukum pejabat BI yang terjerat kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan ke sejumlah anggota DPR untuk pembahasan sejumlah RUU perbankan.

Anggota Badan Pekerja ICW, Adnan Topan Husodo mengatakan kegiatan penambahan modal sebesar Rp 100 miliar ke YPPI yang akan digunakan untuk kegiatan sosial kemasyarakatan adalah formalitas. Program tersebut, katanya, hanya untuk menutupi pengeluaran BI sebelumnya dalam berbagai kegiatan, termasuk meloloskan kepentingan BI dalam kasus BLBI di Kejaksaan Agung.

"Sebenarnya program itu tidak pernah ada," kata Adnan. Adnan melampirkan sejumlah bukti surat, di antaranya adalah surat tertanggal 23 Mei 2003, dari Iwan R. Prawiranata yang saat itu menjabat Deputi Gubernur BI kepada Gubernur BI saat itu, Sahril Sabirin. Surat tersebut merupakan permohonan pencairan dana sebesar Rp 8,5 miliar untuk mengganti pengeluaran Iwan, yang tidak jelas peruntukannya.

Kemudian, ICW juga menyertakan surat dari Direktur Hukum Oey Hoey Tiong kepada Deputi Gubernur Aulia Pohan dan Maman H. Somantri tertanggal 4 Juli 2003. Surat itu berisi permohonan dana untuk diseminasi tentang BLBI ke Kejaksaan Agung.

Selain itu, ICW juga menyerahkan surat Nomor 5/02/Ctt/DP tertanggal 25 Juli 2003 yang berisi permohonan pencairan dana sebesar Rp66,5 miliar. Surat itu ditandatangani oleh Ketua YPPI, Baridjussalam Hadi dan Bendahara YPPI, Ratnawati Priyono.

Hingga kini, KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus aliran dana BI, yaitu Gubernur BI Burhanuddin Abdullah, Direktur Hukum Oey Hoy Tiong, dan mantan Kepala Biro Gubernur BI, Rusli Simandjuntak, yang kini menjabat Kepala Perwakilan BI di Surabaya.

Laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan, kasus itu bermula ketika rapat Dewan Gubernur BI yang dipimpin Burhanuddin Abdullah mengeluarkan persetujuan untuk memberikan bantuan peningkatan modal kepada YPPI senilai Rp 100 miliar. Oey yang pada 2003 menjabat Deputi Direktur Hukum menerima langsung dana YPPI itu dari Ketua YPPI Baridjusalam Hadi dan Bendahara YPPI, Ratnawati Sari.

Selanjutnya, Oey mencairkan cek dan menyerahkan uang tunai kepada pejabat BI yang saat itu terjerat kasus hukum dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), yaitu Gubernur BI Soedrajad Djiwandono, Deputi Gubernur BI Iwan R Prawiranata, dan tiga Direksi BI, yaitu Heru Supraptomo, Hendro Budianto, dan Paul Sutopo.

Pada pemeriksaan di KPK, Oey mengaku menyerahkan uang tersebut kepada para mantan pejabat BI. Namun, Oey mengatakan tidak tahu lagi ke mana uang tersebut setelah diserahkan kepada mereka.

Sisanya senilai Rp 31,5 miliar diberikan oleh Rusli Simandjuntak dan Aznar Ashari kepada panitia perbankan Komisi IX DPR periode 2003 untuk penyelesaian masalah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan amandemen UU No 23 Tahun 1999 tentang BI.

Pada pemeriksaan di KPK, mantan ketua sub panitia perbankan Komisi IX DPR, Antony Zeidra Abidin, yang disebut menerima uang itu dari Rusli, membantah aliran dana tersebut.

sumber: Republika

0 komentar:

Posting Komentar