Sabtu, 16 Februari 2008

Kebijakan Suharto Redam Konflik dengan Budaya

Bali
Orde Baru menggelar bermacam festival seni berskala nasional
Di zaman Orde Baru Suharto, ada Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa atau LKMD semacam perwakilan warga di tingkat desa yang diperkenalkan pada tahun 1979 di seluruh Indonesia.

Penyeragaman dan standarisasi lembaga desa itu, menurut laporan Bank Dunia tahun 2004, telah melemahkan lembaga tradisional masyarakat yang sudah ada di masing-masing desa.

Itulah salah satu contoh yang mengangkat pertanyakan apakah memang terjadi upaya penyeragaman budaya di bawah kepempinan Suharto?

Sitok Srengenge adalah seorang budayawan yang tinggal di Jakarta.

"Jawabannya mudah: Ada!" kata Sitok.

Menurut Sitok, hal itu bisa wajar jika dilihat dari sudut koridor kebudayaan. "Di mana pun, bangsa mana pun, apabila terdapat suku bangsa atau etnik yang dominan, dia selalu membawa nilainya dan mempengaruhi etnik-etnik yang lain," katanya.

"Tetapi, bila ini mulai sudah dipolitisir dan dipaksakan kepada etnik-etnik yang lain dalam wilayah yang sama, maka saya kira itu mendatangkan banyak kerugian secara kultural " tambahnya.

Sitok Srengenge, yang kelahiran Grobogan, Jawa Tengah, juga berpendapat penyeragaman budaya juga terjadi lewat pelajaran sejarah.

"Bukan hanya sejarah raja-raja Jawa yang diajarkan di berbagai suku bangsa lainnya, tapi juga sudah terjadi manipulasi penafsiran atas sejarah itu," kata Sitok Srengenge, dengan mencontohkan "pengukuhan Patih Gadjah Mada sebagai simbol persatuan bangsa Indonesia".

Membatasi ekspresi

Saat itu hanya ada kerajaan-kerajan kecil dan belum ada persatuan nusantara. "Maka apa yang dilakukan Gadjah Mada adalah invasi terhadap kerajaan-kerajaan yang lebih kecil," ujarnya.

Warga Bali membawakan tari klasik
Warga Bali membawakan tari adat sebagai bagian dari tradisi

Sitok Srengenge juga menyinggung penayangan film G30S/PKI setiap tahun. "Itu penyeragaman kognisi terhadap seluruh siswa di seluruh Indonesia tentant tafsir tentang penyeragaman apa yang terjadi pada 1965 itu," katanya.

Sitok tidak sepenuhnya sepandapat bahwa penyeragaman itu sebagai wujud obsesi Suharto untuk mempersatukan Indonesia secara lebih utuh. "Kenapa integrasi tidak diwujudkan dalam pemerataan kesejahteraan? Kenapa tidak dengan menghargai keluhuran budaya setiap daerah?" tanyanya.

Sementara itu, di Medan, Sumatera Utara, Ben Pasaribu, pengajar Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Medan, berpendapat kebijakan untuk standarisasi budaya telah membatasi ekspresi seni lokal.

Ben mengangkat contoh berbagai festival teater, musik dan tarian nasional yang digelar Departemen Pendidikan dan Kebudayaan itu mengarah ke penyeragaman, mulai durasi, tata cara pentas hingga sumber cerita.

"Semua harus menjadi sama," kata Ben.

"Itu membuat tidak ada kebebasan dari masing-masing daerah untuk mengekspresikan gaya atau style masing-masing, " kata Ben Pasaribu dari Universitas Medan.

Meski demikian, Ben juga melihat kebijakan positif yang ditinggalkan Orba seperti muatan lokal dalam kurikulum. Sayangnya, bahan bacaan itu harus menunggu buku dari Jakarta, katanya.

Cukup bagus

Namun, Prof. Dr. Ellyano S. Lasam, Ketua Majelis Adat Kalimantan Timur di Balikpapan menegaskan, Suharto berhasil dalam mewujudkan semboyan Bhineka Tunggal Ika.

"Pada prinsipnya, seluruh bangsa Indonesia diharapkan bersatu," katanya.

"Oleh karena itu, satu budaya dengan budaya yang lain, walaupun itu adalah berbeda-beda, yang beliau kehendaki itu semacam kesatuan dan persatuan, bukan penyeragaman," kata Profesor Ellyano.

Menurut Ellyano, budaya Dayak "cukup terakomodir" selama kepemimpinan Pak Harto, meski warga Dayak di daerah pedalaman belum tersentuh.

"Keinginan beliau untuk memajukan seluruh budaya itu menjadi satu kesatuan itu mengarah ke sana," katanya.

"Kita suka tidak atau tidak suka dengan kepemimpinan beliau selama 32 tahun itu, saya kira itu sudah cukup bagus untuk mengembangkan bangsa Indonesia supa berbudaya yang baik itu, " Profesor Ellyano S Lasam.

"Artinya saling menghargai budaya orang lain, saling mengakui kebudayaan orang lain... tidak saling menjegal satu suku dengan suku lain," tandasnya. ma

sumber:BBC

0 komentar:

Posting Komentar