Selasa, 12 Februari 2008

Fenomena Kemunculan Gas Metan, Porong Diujung Kelumpuhan


Infrastruktur baru di Porong yang belum lagi dibangun, kini dikhawatirkan batal dibangun. Di lokasi yang semula dinyatakan aman itu, ternyata muncul titik-titik yang menyemburkan air dan gas yang mudah terbakar. Fenomena sama juga banyak ditemui di wilayah terdampak lumpur.

Bengkel Sumber Alam Jaya di tepi Jalan Raya Porong tiba-tiba muncul sumber mata air baru. Pancarannya begitu kuat sehingga pemiliknya harus membuat pipa paralon untuk membuang air yang keluar ke parit.

Fenomena ini bukan hal baru, karena bengkel tersebut terletak di wilayah Kelurahan Siring, Kecamatan Porong yang berhadapan langsung dengan kolam penampungan lumpur di seberang jalan. Banyak semburan-semburan seperti itu ditemui di wilayah terdampak lumpur di Porong, bahkan ada yang disertai munculnya gas yang mudah terbakar.

Yang mengherankan, semburan disertai kandungan gas mudah terbakar itu juga muncul di Desa Pamotan, Kecamatan Porong. Lokasi tersebut berjarak sekitar 2 kilometer dari pusat semburan dan merupakan kawasan yang sebelumnya dinyatakan aman. Karena aman itu, maka infrastruktur Porong di antaranya juga akan melewati Desa Pamotan.

Kejadian munculnya semburan baru di sejumlah tempat di Kecamatan Porong dalam beberapa hari terakhir ini, dinilai oleh Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) adalah sesuatu yang luar biasa. “Para pimpinan BPLS sudah melakukan rapat, terkait kejadian semburan baru tersebut, tapi hasilnya belum kami ketahui,” kata Humas BPLS Akhmad Zulkarnain yang intens memantau perkembangan semburan baru itu.

Meluasnya dampak semburan lumpur hingga radius sekitar 2 kilometer dari pusat membuat semua pihak yang terlibat dalam penanganan semburan lumpur harus mempertimbangkan segala kemungkinan terkait dengan rencana-rencana pembangunan infrastruktur pengganti di Porong. Infrastruktur tersebut meliputi Jalan Raya Porong, jalan tol, rel KA, jaringan PLN, dan gas.

Perlukah desain relokasi infrastruktur dipindah karena kawasan yang dulu dinyatakan aman, ternyata menujukkan gejala-gejala mirip dengan wilayah di areal terdampak? Deputi Operasional BPLS Dr Ir Sofyan Hadi mengaku tidak ingin terburu-buru mengambil kesimpulan.

“Sekarang masih dilakukan penelitian geologi. Saya baru bisa mengambil kesimpulan jika hasil penelitian itu selesai,” ujar Sofyan kepada Surya, Minggu (10/2). Jika memang harus diredesain relokasi infrastruktur itu, menurut Sofyan tidak mudah, karena melibatkan anggaran besar dan pembebasan lahan yang luas.

Desain relokasi yang kini dipakai, juga berdasarkan hasil rekomendasi Badan Geologi yang menyarankan infrastruktur dibangun minimal radius 3 km dari pusat semburan. Rekomendasi tersebut berdasarkan kajian geologi teknis untuk menghindarkan dampak negatif dari terjadinya penurunan permukaan tanah (subsidence).

Menurut teori geologi yang pernah dipublikasikan, subsidence terjadi dalam radius 1,5 km berbentuk elips dari pusat semburan. Karena itu, jalan raya Porong dan jalan tol lama dianggap tidak aman, sehingga harus dipindahkan ke tempat lain yang lebih jauh dari pusat semburan.

Namun seiring dengan semakin banyaknya material dari perut bumi yang keluar melalui pusat semburan, bisa saja radius elips wilayah subsidence tersebut bertambah luas. Lagi-lagi Sofyan tidak berani memastikan hal ini. “Teorinya bisa ya dan bisa tidak. Saya tidak berani memastikan demikian,” katanya.

Namun yang pasti, daerah yang bakal menjadi relokasi infrastruktur Porong, tidak termasuk di dalam garis rekahan mud vulcano, yang menurut para ahli geologi membentang dari Watukosek hingga ke Arosbaya, Bangkalan.

Fenomena mud vulcano, meskipun masih diperdebatkan, diyakini oleh sekelompok ahli geologi sebagai penyebab timbulnya semburan lumpur di dekat sumur eksplorasi Banjar Panji I milik Lapindo Brantas Inc. Mud vulcano muncul sebagai titik-titik semburan di antaranya di Kecamatan Sedati (Kabupaten Sidoarjo), Gunung Anyar (Surabaya), dan Arosbaya (Bangkalan).


sumber:Surya Online

0 komentar:

Posting Komentar