Rabu, 13 Februari 2008

Apersi Targetkan Bangun 12 ribu RSh


ASOSIASI Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Jatim menargetkan pembangunan rumah sederhana sehat (RSh) sebanyak 12 ribu unit.

Jumlah ini meningkat hingga 100 persen dibanding realisasi pembangunan RSh di Jatim pada 2007. Realisasi pembangunan RSh pada 2007 sebanyak 5.700 unit dari target sebanyak 7.500 unit.

"Kontribusi pembangunan terbesar masih dari Gresik yakni sekitar 40 persen. Sisanya berasal dari daerah lainnya," urai Ketua DPD Apersi Jatim, Nurhadi, Rabu (12/2/2008).

Daerah lainnya yang ikut andil memberikan pembangunan yakni Sidoarjo, Madura, Mojokerto, Kediri, Tulungagung, Pasuruan, Lumajang, Blitar, Banyuwangi, Madiun, dan Malang.

Mengenai melesetnya realisasi pembangunan RSh pada 2007, urainya, disebabkan beberapa faktor. Di satu sisi, faktor permintaan sangat besar jika dilihat dari jumlah PNS dan TNI-Polri.

Namun, selama ini harga jual ditetapkan pemerintah, yakni sebesar Rp 49 juta per unit. Di sisi lain, banyak kendala dimana pengeluaran selain material bangunan cukup tinggi dan kontribusinya mencapai 20-30 persen dari harga jual.

"Selama ini edukasi tentang RSh ke pemkab/pemkot masih belum maksimal. Sehingga sebagian besar kebijakan pemkab/pemkot masih belum mendukung pembangunan RSh," katanya.

Listrik Gratis

Selain itu, Apersi juga meminta jaringan listrik ke perumahan sederhana sehat (RSh) tidak dikenakan biaya atau gratis. "Selama ini jaringan listrik yang dialirkan ke RSh dikenakan biaya yang sama seperti perumahan untuk komersial. Padahal RSh kan rumah non komersial yang ditujukan kepada PNS dan TNI-Polri," kata Ketua DPD Apersi Jatim, Nurhadi, Rabu (12/2/2008).

Menurutnya pengembang dikenakan dua biaya untuk penyambungan listrik oleh PLN, yakni biaya jaringan dan biaya sambungan rumah (SR). Dalam perhitungan, setiap unit RSh terkena beban biaya sebesar Rp 4,6 juta untuk pemasangan listrik ke masing-masing rumah.

"Perinciannya, biaya pemasangan jaringan sebesar Rp 2,8 juta dan SR sebesar Rp 1,7 juta," kata Nurhadi.

Seharusnya pemasangan jaringan dibebankan kepada PLN bukan kepada pembeli RSh. Kalau dibebankan kepada pembeli, kasihan mereka. Hal ini akan berdampak kepada kualitas rumah yang dibangun.

Sarana dan Prasarana
Selain masalah pemasangan jaringan listrik, Apersi juga mengeluhkan pengenaan sarana dan prasarana serta legalisasi sertifikat. Selama ini Kakanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jatim menegaskan hanya mengenakan biaya sebesar Rp 500 ribu untuk pengurusan sertifikat rumah.

Namun, dalam realisasi di lapangan para pengembang dikenakan biaya sertifikat hingga Rp 1,5 juta per rumah. "Seharusnya instruksi dari kakanwil BPN bisa dilaksanakan secara merata oleh seluruh jajaran yang ada di Jatim," urainya.

Masalah prasarana lain seperti air dan akses jalan menuju ke RSh selama ini juga jarang diperhatikan pemkab/pemkot. Sehingga para pengembang harus mengerem biaya pembangunan RSh dan sebagian dialokasikan untuk pembangunan akses jalan.

"Masalah sarana dan prasarana seharusnya didukung penuh pemkab/pemkot terutama dalam penyuksesan pembangunan RSh. Kecuali kalau pembangunan rumah komersial, semuanya ditanggung pengembang," paparnya. @

sumber: BeritaJatim

0 komentar:

Posting Komentar