Rabu, 13 Februari 2008

Percantik Kota, Pemkot Korbankan Pasar Tradisional

Surabaya - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya berniat mempercantik tampilan kota ini. Setelah beberapa waktu lalu, menertibkan beberapa pedagang liar di Pasar Pandegiling, kali ini pemkot berencana akan merelokasi sejumlah pasar.

Tri Risma Harini, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya mengatakan, dalam waktu dekat, pihaknya akan merelokasi pasar ikan di Jalan Gunungsari 79 dan pasar burung di Jalan Semarang 55. Untuk itu, di Jalan Gunungsari telah disiapkan lahan seluas 2.600 meter persegi, sedang di Jalan Semarang disiapkan lahan seluas 4.391 meter persegi.

Relokasi itu, lanjut Risma, supaya kota tidak terlihat kumuh lagi. "Nantinya memang diarahkan sebagai daerah tujuan wisata," tuturnya kepada beritajatim.com, Rabu (13/2/2008).

Para pedagang ikan hias dan burung itu, tidak hanya direlokasi saja tapi juga dibina. Pemkot akan membantu bagaimana mengelola dagangannya dengan baik, sehingga tidak sampai bangkrut. "Kami juga memberikan bantuan modal. Itu kami lakukan supaya mereka bisa kuat dan stannya tidak dijual," katanya.

Hanya saja, hingga saat ini pemkot masih belum mempunyai detail desain dan anggarannya. Kemungkinan besar, pemkot baru akan menganggarkannya dalam PAK pada Agustus-September mendatang. "Saat ini detail engieering design-nya masih kami buat. Semoga tahun ini bisa direalisasikan," ujarnya.

Pasar ikan yang akan direlokasi itu berada di beberapa lokasi. Yakni di Jalan Bunguran (1 pedagang), Jalan Mastrip Gunung (15 pedagang), Jalan Patua (55 pedagang), pasar ikan Bratang (9 pedagang), Jalan Kayoon (9 pedagang), dan Jalan Irian Barat (143 pedagang).

Sedang pasar burung yang akan direlokasi di Jalan Semarang, berasal dari Jalan Bratang (41 pedagang), Jalan Kaliondo (11 pedagang), Jalan Kapasari (1 pedagang), Jalan Ujung (21 pedagang), Jalan Indrakila (17 pedagang), Jalan Wonokusumo (13 pedagang), Jalan Semarang (4 pedagang), Jalan Babat (42 pedagang), pasar burung Kupang (122 pedagang) dan Tambakrejo (5 pedagang).

"Nanti jadinya kan terpusat. Itu belum ada di luar negeri," katanya. Selain itu, akhir Maret nanti, PD Pasar Surya akan merenovasi Pasar Kupang Gunung. Renovasi dilakukan karena kondisi pasar itu kurang representatif.

Fatma Irawati Malaka, Direktur Pembinaan Pedagang PD Pasar Surya menjelaskan, pembangunan Pasar Kupang Gunung akan dibiayai investor dari Surabaya dengan nilai investasi lebih dari Rp 10 miliar itu. Ditargetkan, pembangunan pasar seluas 2.500 meter persegi itu akan tuntas dalam setahun.

Jumlah stan yang akan dibangun sekitar 400 unit dengan bentuk bangunan dua lantai. Sementara jumlah pedagang di Pasar Kupang Gunung sekitar 250 orang. "Kemungkinan nanti ada tambahan pedagang baru. Kira-kira mencapai 400 pedagang," tuturnya.

Tolak Raperda
Gubernur Jatim Imam Utomo menolak Rancanga Peraturan Daerah (Raperda) inisiatif tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Pasar Tradisional dan Penataan Pasar Modern. Alasannya, kewenangan pemerintah propinsi sangat terbatas dan tidak signifikan.

Sehingga pemberdayaan pasar tradisional tidak perlu diatur dalam bentuk perda. Penolakan itu disampaikan Sekprop Jatim, Soekarwo saat Rapat Paripurna di Gedung DPRD Jatim, Selasa (12/2/2008).

Hery Purwanto, anggota Komisi B DPRD Jatim mengatakan, memang pemprop tidak mempunyai kewenangan untuk mengatur dan pemberdayaan pasar tradisional. "Kewenangan itu ada pada Kabupaten/Kota," tutur Hery.

Tapi kenyataannya, Pemerintah Kabupaten/Kota malah ngobral memberikan izin pasar modern. Hal itulah yang memaksa DPRD Jatim mengajukan raperda inisiatif. Karena itu dianggap memarjinalkan pasar tradisional. "Selama ini pemerintah hanya memperhatikan yang berduit saja, kasihan dong yang tidak punya modal besar itu," katanya.

Raperda itu juga dianggap bertentangan dengan Perpres 112/2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Pasal 12 di kebijakan itu disebutkan, izin usaha pengelolaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern diterbitkan bupati/walikota.

"Padahal dalam Perpres 12 itu tidak mengatur masalah pemberdayaan pasar tradisional sama sekali," tambahnya.

Di tempat yang sama, Sekprop Jatim, Soekarwo menjelaskan, raperda itu bukan ditolak. Hanya perlu dievaluasi. "Silakan diatur. Tapi kewenangannya hanya koordinatif saja, bukan sebagai eksekutorial," katanya.

Itu mengacu pada PP 38/2007 tentang pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah pusat, pemprop, dan pemkab/pemkot. @

sumber: BeritaJatim

0 komentar:

Posting Komentar