Rabu, 28 April 2010

Imigrasi Surabaya Terbitkan Paspor Tokoh JI Slamet Bin Kastari


PUNGLI di IMIGRASI PINTU MASUK TERORIS KE INDONESIA (Seri - 2)

TERORISME telah menjadi hantu paling ditakuti masyarakat Indonesia. Sejak pertamakali muncul pada tahun 1991 hingga pengeboman Hotel JW Marriot dan Rits Cartlont di Jakarta, 2009 lalu, sudah ratusan jiwa tidak berdosa menjadi korban. Dalam 18 tahun ini sudah puluhan orang tua kehilangan anaknya, suami yang kehilangan istrinya atau sebaliknya, anak yang kehilangan ayah/ ibu atau keduanya yang tewas sia-sia akibat salah tempat dan salah waktu. Dibawah ini tulisan kedua dari penyelewengan wewenang yang berlangsung di kantor-kantor imigrasi.
    
Tolok ukur lain yang mematangkan kecurigaan Achmad Isro, bahwa di Kantor Imigrasi Klas 1 Khusus Surabaya banyak terjadi penyelewengan wewenang. Fakta itu terproyeksi atas terungkapnya penerbitan paspor nomor S 209264 untuk seorang warga negara Myanmar pencari suaka di UNHCR (Komisi Tinggi PBB urusan Pengungsi) di Malaysia.
  
Paspor yang terbit Agustus 2008 dan berlaku sampai tahun 2013 atas nama Mochammad Rafique itu terbongkar, saat yang bersangkutan tertangkap petugas wawancara kantor Imigrasi Kelas I Tanjung Perak, 4 November 2009 lalu. Ia merencanakan membuat paspor RI lagi di kantor imigrasi di Jl. Darmo Baru melalui biro jasa Balltimor Aman Tour (BAT).

Pria berusia 29 tahun itu mengurus paspor nomor S 209264 itu dengan KTP dan KSK disebutkan dia lahir di Balikpapan, 1 Januari 1980, dan tinggal di Jl Teratai, Perumahan Griya Kebon Agung D/2 , Bligo Kecamatan Candi, Kabupaten Sidoarjo. Selain itu, dengan Akte kelahiran nomor AL-7150043965 yang dikeluarkan Kantor Dinas Catatan Sipil dan Kependudukan Kabupaten Sidoarjo.

”Penerbitan paspor Rafique membuktikan di Kantor Imigrasi Surabaya telah terjadi kemerosotan loyalitas. Karena itu, Kejaksaan, Kepolisian, dan BIN harus segera menyelidiki dan melakukan tindakan tegas. Sebab perilaku yang mereka lakukan sangat membahayakan keamanan negara,” kata Isro dengan suara gigi gemeletuk.

Bukti penerbitan paspor teroris dan imigran gelap yang dikeluarkan Kantor Imigrasi Surabaya, Kantor Imigrasi Jakarta Timur, Kantor Imigrasi Jakarta Utara, dan Kantor Imigrasi Solo. Menurut Isro, merupakan bentuk penyelewengan wewenang dan jabatan yang melanggar Pasal Kejahatan Terhadap Keamanan Negara, Kejahatan Jabatan yang ditetapkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Selain itu, perilaku nakal para oknum petugas kantor imigrasi tersebut dapat didefinisikan sebagai bentuk dari perilaku korup sebagamana dijelaskan dalam 13 buah Pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan pelanggaran yang dilakukan para oknum kantor imigrasi itu meliputi Menyalahgunakan Kewenangan yang dapat dijerat dengan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001. Isi pasal tersebut: “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)”.

Pelanggaran lainnya adalah Pegawai Negeri Menerima Hadiah/ Janji Berhubungan dengan Jabatannya, yang membuat para pelanggar itu dijerat dengan Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001. Pasal ini berbunyi: “Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.

Rumusan korupsi pada Pasal 11 UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 418 KUHP,yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No. 3 Tahun 1971, dan Pasal 11 UUNo. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001. (ico.nzr/wan)

Kamis, 22 April 2010

Kantor Imigrasi Penerbit Paspor Teroris, Memungkinkan Dihuni Simpatisan Teroris


PUNGLI di IMIGRASI PINTU MASUK TERORIS KE INDONESIA (seri-1)

TERORISME telah menjadi hantu paling ditakuti masyarakat Indonesia. Sejak pertamakali muncul pada tahun 1991 hingga pengeboman Hotel JW Marriot dan Rits Cartlont di Jakarta, 2009 lalu, sudah ratusan jiwa tidak berdosa menjadi korban. Dalam 18 tahun ini sudah puluhan orang tua kehilangan anaknya, suami yang kehilangan istrinya atau sebaliknya, anak yang kehilangan ayah/ ibu atau keduanya yang tewas sia-sia akibat salah tempat dan salah waktu. Tulisan dibawah ini merupakan yang pertama dari hasil investigasi tim Swara online:

Deret kematian sia-sia masyarakat Indonesia dan warga asing akibat bom para teroris itu, terasa tidak adil saat dibandingkan dengan jumlah tersangka teroris yang tertangkap dan terbunuh dalam suatu penyergapan oleh Densus (Detasemen Khusus) 88 Anti-Teror. Demikian pula tersangka terorisme yang mengalami hukuman mati. Ironisnya, jumlah tersangka teroris itu terus bertumbuhan di masyarakat Indonesia, bahkan ada teroris yang bisa keluar-masuk Indonesia dengan leluasa, seperti halnya sosok tokoh teroris Dulmatin yang tewas dalam sebuah penggrebekan di sebuah warnet di Pamulang, Tangerang, Banten, 9 Maret lalu. Mengapa demikian?

Kondisi memprihatinkan terkait leluasanya mendiang Dulmatin keluar masuk Indonesia itu, menurut pengamat intelijen Ahmad Isro, merupakan akibat dari lemahnya sistem penjagaan pada pintu keluar-masuk Indonesia. Itu terbukti dari data intelijen atau pun Densus 88, bahwa Dulmatin leluasa keluar-masuk Indonesia dengan aman sebelum kematiannya di Pamulang. Kondisi ini harus dianalisa, diselidiki dan ditangani secepat mungkin sebagai novum yang mengancam keamanan negara.
.
“Jika Dulmatin sebagai tokoh teroris dunia kelas teri mampu keluar-masuk Indonesia dengan aman, bukan tidak mungkin tokoh-tokoh teroris kelas kakapnya akan lebih leluasa lagi. Tinggal di Indonesia dan merancang kekacuan negara,” kata pria berkumis ini saat ditemui di ruang kerjanya, beberapa hari lalu.
  
Penyelidikan pada pintu-masuk negara dalam definisi intelijen, dikatakan, tidak terbatas dengan mengobrak-abrik mencari kelemahan pelabuhan udara, pelabuhan laut, dan pesisir yang berhubungan dengan lautan lepas antar negara. Penyelidikan harus dilakukan lebih kompleks lagi, yaitu menangani sarana dan pra-sarana yang menjadi awal dari keleluasan seorang teroris atau kriminal negara keluar-masuk Indonesia tanpa terdeteksi.

Membongkar semua data penerbitan paspor yang berlangsung di semua kantor imigrasi di Indonesia, misalnya. Langkah ini berdasar bukti penemuan Densus 88, bahwa Dulmatin memiliki sebuah paspor Indonesia atas nama Yahya Ibrahim yang dikeluarkan Kantor Imigrasi Jakarta Timur. Paspor bernomor 42677 itu diterbitkan tahun 2006.

Teroris yang berhasil mengelabui sistem keamanan imigrasi dan mendapatkan paspor Indonesia, menurut Isro, tidak hanya Dulmatin. Pada tahun 2000, Kantor Imigrasi Solo menerbitkan paspor atas nama Rony Asad bin Ahmad untuk tokoh teroris Fathur Rahman Al-Ghozi yang tewas di Filipina dalam proses penyergapan pasukan anti-teror Filipa di tahun 2004. Kantor Imigrasi Solo juga menerbitkan paspor atas nama Zeila Mubi untuk istri Ghozi, Zaenab yang berkewarganegaraan Malaysia pada Juni 2001.

Kelemahan sistem keamanan instansi imigrasi juga terjadi Kantor Imigrasi Jakarta Utara pada 25 Januari 2008. Kantor yang ada di Tanjung Priok ini menerbitkan paspor atas nama Tri Sutanto untuk tokoh teroris Agus Purwantoro, anggota jaringan oranisasi teroris Jamaah Islamiah yang ditangkap polisi Malaysia, 31 Januari 2008. Pria dengan berderet nama lain, sepeti Deddy Acmadi Machdan, Tri Sutanto, Idris, Abbas, dan Sofian ini menjadi buruan Polri terkait kasus mutilasi tiga siswi, perampokan toko emas, penembakan terhadap Kepala Kepolisian Resort Poso, dan menyembunyikan sejumlah buron polisi.

Berpijak pada bukti banyaknya paspor teroris yang diterbitkan kantor imigrasi, Isro mengatakan, skuad anti teror Densus 88 dan Badan Intelijen Negara (BIN) saatnya memfokuskan penyelidikan semua kantor imigrasi di Indonesia. Membongkar data paspor yang dikeluarkan masing-masing kantor imigrasi, juga memeriksa semua petugas imigrasi masing-masing kantor imigrasi.

“Jika dilakukan secara serius dan detil, saya yakin pemeriksaan atas data paspor yang diterbitkan masing-masing kantor imigrasi itu akan menghasilkan banyak novum yang layak diseret ke rana hukum,” ujar pria yang pernah berdinas sebagai anggota satuan intelijen di salah satu Kodam di tanah Jawa ini.   
Miskin Loyalitas

Banyaknya novum pelanggaran hukum dan penyelewengan wewenang dan jabatan di kantor-kantor imigrasi di Indonesia. Dibuktikan oleh hasil investigasi Ahmad Isro pada Kantor Imigrasi Klas 1 Khusus Surabaya. Selama enam bulan berinvestigasi atas data terkait penerbitan paspor oleh kantor yang ada di dekat jembatan layang Waru-Sidoarjo itu, ternyata ditemukan bukti kantor penerima ISO 9001:2000 dari SGS UNITED KINGDOM Ltd atas Pelayanan Paspor RI memiliki sejarah kelam pada tahun 2000. Menerbitkan paspor atas nama Edi Heriyanto untuk tokoh teroris Mas Slamet bin Kastari, Wakil Ketua Jamaah Islamiyah (JI) Singapura yang diringkus tim gabungan anti-teror di Tanjung Pinang, Sumatera Utara.
              
            Dalam pengurusan paspor tersebut, Edi Haryanto mengajukan paspor denga KTP aspal sebagai penduduk Desa Mondo, Kec Mojo, Kab Kediri. Pengurusan paspornya diangani oleh biro Jasa PT Surya Mas Surabaya. Paspor yang dikeluarkan pada 23 Januari 2000 bernomor M 189771. Konyolnya lagi, Mas Slamet bin Kastari alias Edi Heriyanto sempat datang sendiri ke Kantor Imigrasi Surabaya untuk melakukan wawancara, sidik jari dan pemotretan sebagai persyaratan pembuatan paspor.

Dari proses penerbitan paspor Mas Slamet bin Kastari itu, Isro berani memastikan, di Kantor Imigrasi Klas 1 Khusus Surabaya itu terdapat oknum yang ”simpati” pada perjuangan Wakil Ketua JI Singapura itu. Tolok ukurnya wajah Mas Slamet bin Kastari sebagai target penangkapan lembaga hukum dan keamanan se-dunia, sangatlah populer lantaran ada tercantum di website lembaga intelijen dunia seperti website CIA dan FBI milik AS, MI-6 milik Inggris, Mossad milik Israel, dan draf DPO (Daftar Pencarian Orang) yang disebarkan Polri dan BIN.

“Sebuah alasan yang mencurigan jika penerbitan paspor Mas Slamet itu akibat petugas Imigrasi Surabaya tidak memiliki foto teroris kelas dunia itu. Bagi saya penerbitan paspor untk tokoh teroris itu disengaja demi suatu imbalan atau alasan lainnya. Karena itu, penerbitan paspor Mas Slamet ini harus dijadikan novum penyelidikan untuk mengungkap jaringan teroris di Indonesia,” ujarnya.
             
            Analisis rekontruksi penerbitan paspor Mas Slamet sebagai bentuk kesalahan disengaja, menurut pria berpenampilan perlente itu, terlihat dari pengakuan mantan staf biro jasa PT Surya Mas Surabaya yang mengurus paspor Mas Slamet. Proses pengurusan paspor pada Januari 2000 itu, dipaparkan sangat lancar mulai pengajuan permohonan sampai penerbitan. Itu terjadi lantaran biaya yang dikeluarkan untuk permohonan paspor Mas Slamet nilainya berlipat kali dari biaya yang ditetapkan Dirjen Imigrasi saat itu. Dengan biaya saat itu sekitar Rp 1,5 juta, penerbitan paspor dapat dipercepat dalam waktu dua hari sudah di tangan. Permohonan diajukan tanggal 21 Januari 2000 dan terbit pada 23 Januari 2000. (ico.nzr/wan)

Senin, 19 April 2010

Seks Oral Bukan Hubungan Intim

BICARA soal seksualitas, batasan untuk kegiatan bercinta bagi para remaja ternyata hanya berupa penetrasi penis ke vagina. Lain dari itu tidak dianggap sebagai bentuk hubungan seks.

Hasil sebuah jajak pendapat terhadap 477 mahasiswa berusia 20-24 tahun di Amerika Serikat menunjukkan bahwa mayoritas setuju, kegiatan bersenggama merupakan sebuah hubungan intim. Walau begitu, hanya satu dari lima mahasiswa (20 persen) yang berpendapat bahwa seks oral juga merupakan sebuah bentuk hubungan seks.

Para pakar mengatakan, pandangan remaja mengenai seks oral ini adalah sebuah pergeseran pola pikir yang signifikan sejak 1991. Pada saat itu, survei menunjukkan bahwa hampir dua kali lipat atau sekitar 40 persen remaja menganggap kontak oral-genital sebagai bagian dari bentuk hubungan intim.

Para ahli pun tidak terlalu kaget dengan pergeseran pemikiran ini. Fenomena ini diperkirakan adalah bagian dari pengaruh kasus mantan Presiden AS, Bill Clinton, dengan kekasihnya Monica Lewinsky. Pada suatu kesempatan, Clinton memang pernah berkilah bahwa apa yang dilakukannya dengan Lewinsky bukanlah hubungan intim.

"Saya tidak pernah berhubungan seks dengan perempuan itu," kata Clinton dalam pembelaan dirinya setelah Lewinsky mengaku pernah melakukan seks oral dengan Clinton saat bekerja di Gedung Putih.

"Seperti Presiden Clinton, remaja dan orang dewasa muda sering membalikkan arti kata seks oral, tergantung pada citra apa yang mereka tampilkan, yakni berpengalaman atau kurang pengalaman," kata Jason D Hans, dalam laporan penelitiannya berjudul Sex Redefined: The Reclassification of Oral-Genital Contact.

Para ahli pun menilai, seks oral semakin menjadi tren dalam beberapa tahun terakhir karena dianggap lebih aman dibanding perilaku seks lainnya. Padahal, kontak secara oral pada organ genital dapat menularkan penyakit menular seksual, seperti herpes, sifilis, gonorea, HPV, bahkan HIV.

Para ahli juga meminta para guru dan pendidik untuk meningkatkan upaya pemahaman tentang seks oral kepada remaja dan menjelaskan bagaimana perilaku seks ini menjadi pemicu menyebarnya penyakit menular seksual (PMS). Penelitian ini dimuat dalam jurnal Perspectives on Sexual and Reproductive Health edisi Juni 2010. (kom/vd)

Sabtu, 17 April 2010

Susno Patahkan Fitnah Suap Gayus - Syahril

MANTAN Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komjen Susno Duadji membantah disuap atau menerima uang dari tersangka Gayus Tambunan dan Sjahril Djohan.
    
"Saya sudah klarifikasi ke Pak Susno soal itu dan tidak benar bahwa Pak Susno menerima uang dari mereka," kata pengacara Susno, Muhammad Assegaf di Jakarta, Sabtu (17/4/2010).
    
Dia mengatakan, Susno tidak pernah berhubungan dengan mereka dalam kasus ini sehingga tidak mungkin ada pemberian uang kepada kliennya.
    
Menurut dia, Susno dipanggil penyidik Polri untuk diperiksa sebagai saksi pada Selasa (20/4/2010) karena ada pengakuan dari keduanya yang menyebutkan adanya aliran dana ke Susno.
    
"Karena nama Pak Susno disebut, maka Pak Susno dipanggil. Jangankan nama Susno, nama siapa saja pasti akan dipanggil penyidik jika disebutkan oleh mereka," katanya.
    
Assegaf mengemukakan, baik Gayus dan Sjahril sejak awal punya niat untuk memberikan uang kepada Susno Rp 500 juta, namun niat itu tidak pernah terlaksana.
    
"Jika mereka akan memberikan uang kepada Pak Susno, itu urusan mereka dan tidak ada hubungan dengan Pak Susno," katanya.
   
Assegaf memastikan, Susno akan memenuhi panggilan penyidik karena dia tahu bahwa yang memanggil adalah aparat penegak hukum.
   
"Pak Susno pasti tahu bahwa wajib hukumnya memenuhi panggilan penyidik. Kalau tidak hadir, pasti ada alasan khususnya misalnya sakit. Sejauh ini, belum ada keinginan Pak Susno untuk tidak hadir," katanya.
    
Sebelumnya, Wakil Kepala Divisi Humas Polri Kombes Zaenuri Lubis mengatakan, penyidik Polri akan memanggil Susno sebab keterangannya sangat dibutuhkan untuk kepentingan penyidikan.
    
Menurut dia, ada keterangan Sjahril yang perlu dicek silang kepada Susno.
    
"Tapi, bisa saja nantinya ada pemeriksaan Pak Susno untuk para tersangka lain selain Sjahril Djohan," ujarnya.
    
Zaenuri mengatakan, ada perbedaan mencolok antara keterangan Sjahril dan bukti yang ada di tangan penyidik sehingga penyidik perlu meminta keterangan Susno untuk itu.
    
Kasus Gayus bermula ketika staf Ditjen Pajak itu menjadi tersangka kasus pencucian uang Rp 25 miliar yang berada di rekeningnya.
    
Pengadilan Negeri Tangerang memberi vonis bebas kepada Gayus dalam kasus tersebut.
    
Mabes Polri lalu menemukan kejanggalan dalam penyidikan sehingga Polri mengadakan penyidikan ulang dan menemukan adanya penyimpangan dalam pemberkasan.
    
Polri membentuk tim penyidik baru dan menetapkan delapan tersangka, antara lain Gayus, Andi Kosasih, Sjahril Djohan, Haposan Hutagalung, Lambertus, AKP Sri, dan Kompol Arafat.

"Saya sudah klarifikasi ke Pak Susno soal itu dan tidak benar bahwa Pak Susno menerima uang dari mereka," kata pengacara Susno, Muhammad Assegaf di Jakarta, Sabtu (17/4/2010).

Dia mengatakan, Susno tidak pernah berhubungan dengan mereka dalam kasus ini sehingga tidak mungkin ada pemberian uang kepada kliennya.

Menurut dia, Susno dipanggil penyidik Polri untuk diperiksa sebagai saksi pada Selasa (20/4/2010) karena ada pengakuan dari keduanya yang menyebutkan adanya aliran dana ke Susno.

"Karena nama Pak Susno disebut, maka Pak Susno dipanggil. Jangankan nama Susno, nama siapa saja pasti akan dipanggil penyidik jika disebutkan oleh mereka," katanya.

Assegaf mengemukakan, baik Gayus dan Sjahril sejak awal punya niat untuk memberikan uang kepada Susno Rp 500 juta, namun niat itu tidak pernah terlaksana.

"Jika mereka akan memberikan uang kepada Pak Susno, itu urusan mereka dan tidak ada hubungan dengan Pak Susno," katanya.

Assegaf memastikan, Susno akan memenuhi panggilan penyidik karena dia tahu bahwa yang memanggil adalah aparat penegak hukum.

"Pak Susno pasti tahu bahwa wajib hukumnya memenuhi panggilan penyidik. Kalau tidak hadir, pasti ada alasan khususnya misalnya sakit. Sejauh ini, belum ada keinginan Pak Susno untuk tidak hadir," katanya.

Sebelumnya, Wakil Kepala Divisi Humas Polri Kombes Zaenuri Lubis mengatakan, penyidik Polri akan memanggil Susno sebab keterangannya sangat dibutuhkan untuk kepentingan penyidikan.

Menurut dia, ada keterangan Sjahril yang perlu dicek silang kepada Susno.

"Tapi, bisa saja nantinya ada pemeriksaan Pak Susno untuk para tersangka lain selain Sjahril Djohan," ujarnya.

Zaenuri mengatakan, ada perbedaan mencolok antara keterangan Sjahril dan bukti yang ada di tangan penyidik sehingga penyidik perlu meminta keterangan Susno untuk itu.

Kasus Gayus bermula ketika staf Ditjen Pajak itu menjadi tersangka kasus pencucian uang Rp 25 miliar yang berada di rekeningnya.

Pengadilan Negeri Tangerang memberi vonis bebas kepada Gayus dalam kasus tersebut.

Mabes Polri lalu menemukan kejanggalan dalam penyidikan sehingga Polri mengadakan penyidikan ulang dan menemukan adanya penyimpangan dalam pemberkasan.

Polri membentuk tim penyidik baru dan menetapkan delapan tersangka, antara lain Gayus, Andi Kosasih, Sjahril Djohan, Haposan Hutagalung, Lambertus, AKP Sri, dan Kompol Arafat. (KMP/vd)

Kamis, 15 April 2010

Kerusuhan Priok, Bukti Kesalahan Pemda Ambil Kebijakan

oleh Prima Sp Vardhana / Kompas

Kejar, tendang, seret, tangkap, gebuk, tebas.... Rentetan kejadian itu berujung, tiga petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) meregang nyawa, dan 134 orang luka-luka.

Satpol PP terlibat bentrok dengan warga Tanjung Priok saat berupaya mengambil alih lahan di sekitar kawasan Kompleks Makam Priok di Koja, Jakarta Utara, Rabu.

Eksekusi lahan sekitar makam tokoh Muslim Al Arif Billah Hasan bin Muhammad Al Haddad atau dikenal sebagai Mbah Priok, berubah menjadi kerusuhan berdarah, karena massa dan Satpol PP tersulut emosi, yang berlanjut saling lempar batu dan baku hantam.

Dengan embel-embel imbauan "jangan meniru adegan ini", sebuah stasiun televisi swasta menayangkan gambar seorang anggota Satpol PP terlentang di jalan raya "rame-rame" dipukul, ditendang, dilempar bahkan dirajam batu massa.

Dalam bagian tayangan berbeda, sejumlah petugas satpol PP menendang dan mengeroyok seorang warga. Di antara anggota satpol PP itu ada yang tertangkap kamera sedang memukul warga sambil mengisap sebatang rokok.

Dari gambar pewarta foto, tampak seorang bocah berusia belasan tahun yang terlibat aksi lempar ke petugas, akhirnya ditangkap, diseret dan dijadikan "bulan-bulanan" petugas. Sekujur tubuh bocah itu bersimbah darah.

Massa berusaha menggulingkan kendaraan water canon milik polisi saat pecah bentrokan dengan Satpol PP. Warga juga membakar sedikitnya 46 unit kendaraan milik Satpol PP dan Polri termasuk truk dan kendaraan berat.

Korban tewas insiden Priuk mencapai tiga orang anggota Satpol PP yakni M. Soepono, bertempat tinggal di Kelurahan Tugu, Kecamatan Koja, Jakarta Utara, Israel Jaya bertempat tinggal di Jatibening, Pondok Gede, Bekasi dan Ahmad Tadjudin yang beralamatkan Kelurahan Kebon Jeruk, Jakarta Barat.

Korban luka-luka, polisi sebanyak 10 orang, Satpol PP (69 orang) dan warga (55 orang).

Insiden ini membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono merasa prihatin. Presiden meminta agar rencana penertiban kawasan makam itu dihentikan.

"Saya minta status quo," kata Yudhoyono, dalam jumpa pers menjelang tengah malam. "Pilih cara atau pendekatan yang baik dalam melakukan penertiban meskipun secara hukum benar," katanya menegaskan.

Insiden Priok yang mengakibatkan korban jiwa, luka-luka dan miliaran rupiah itu mengerucut kepada pertanyaan apakah bentrok itu cermin dari masyarakat yang memilih kredo kekerasan hanya bisa diselesaikan dengan kekerasan?

Jawabnya, kekerasan bagaikan penyakit menular, demikian ahli filsafat Gabriel Possenti Sindhunata SJ. "Setiap orang yang terlibat dalam kekerasan, ingin melampiaskan kekerasannya kepada orang lain," katanya.

Kekerasan adalah bumerang. Kekerasan balik mengejar, menendang, menyeret, menangkap, menggebuk dan menebas lawan yang melepaskannya atau melawannya.

Menurut Sindhunata, dilawan atau tidak dilawan bahkan dibiarkan, akhirnya kekerasan sendiri yang senantiasa keluar sebagai pemenang.

Kekerasan diibaratkan sebagai si jago merah, dipadamkan dengan diguyur dengan air malah menyala besar bahkan melalap bagian bangunan lain, atau meminta korban jiwa.

Kekerasan bagaikan wabah, tidak diketahui dari mana datangnya, tapi tiba-tiba dan serta merta menyambangi dan menghantam manusia.

Kejadian Priok sungguh menyesakkan. "Bagaimana mungkin bangsa yang konon diagung-agungkan sebagai bangsa halus budi pekertinya dapat mengejar, menendang, menyeret, menangkap, menggebuk, merajam dan menebas sesama sambil menyunggingkan senyum, atau seraya menghisap sebatang rokok?"

"Saya sampaikan belasungkawa atas peristiwa ini," kata Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo. Sementara itu, Kepala Satpol PP Harianto Badjoeri mengatakan, "Pasti ada sanksi bagi yang melakukan penyerangan terlebih dahulu."

Meskipun demikian, ia menyebut dengan menggunakan kalimat kondisional, jika ada petugas Satpol PP yang terbakar emosi kemudian balik menyerang, tindakan itu merupakan hal wajar. "Itu adalah dinamika di lapangan, toh kita diserang duluan. Itu manusiawi," katanya.

Dalam insiden Priok, petugas Satpol PP tidak membawa senjata dan membawa tameng ketika melakukan penertiban sementara warga yang mencoba mempertahankan bangunan liar di sekitar makam Mbah Priok telah menyiapkan batu, clurit, golok, dan pedang samurai.

Kepolisian Daerah Polada Metro Jaya merespons dengan mengerahkan sekitar 600 personil untuk mengamankan Koja, Tanjung Priok. Ratusan personil polisi itu berasal dari Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Utara dan Polres Metro Kesatuan Pelaksana Pengamanan Pelabuhan (KPPP) Tanjung Priok, kata Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Boy Rafli Amar saat dikonfirmasi melalui telepon selular di Jakarta, Kamis.

Semua sepakat kejadian Priok dapat dikategori sebagai tragedi kemanusiaan mengenaskan. Kejadian itu juga meneguhkan bahwa institusi kemasyarakatan sedang gonjang-ganjing karena ulah aparat dan warga yang brutal. Mereka lebih suka memakai bahasa kekerasan, yang berujung jatuhnya korban jiwa.

Insiden Priok sama dan sebangun dengan bahasa tragedi karena kental dengan kekerasan. Kekerasan selalu berbalas kekerasan, padu dalam istilah betawi, "Ente jual, ane beli".

Rabu, 14 April 2010

Keris Kun Di Bawah Situs Masjid

SEBILAH keris kuno ditemukan di situs mesjid kuno yang diyakini sebagai masjid kompleks keraton Mataram Islam di Pleret, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta. Sejauh ini, belum diketahui asal-usul keris berlekuk sembilan (luk songo) tersebut.

Bilah keris sepanjang 45 sentimeter itu ditemukan oleh Tim Ekskavasi Situs Masjid Kauman Pleret di situs Masjid Kauman Pleret, Dusun Kauman, Wonokromo, Pleret, Bantul, DI Yogyakarta, Kamis (15/4/2010) petang. Keris ditemukan terkubur di kedalaman 120 sentimeter dengan kondisi tanpa pegangan maupun pembungkus.

Lokasi penemuan berada sekitar lima meter di sisi luar bagian selatan fondasi bangunan induk masjid kuno. Ujung keris telah patah saat ditemukan. Seluruh bagiannya diselimuti tanah dan karat, sehingga detil keris tidak bisa dilihat. Namun, bagian dan lekuk keris masih dapat terlihat cukup jelas.

Koordinator Lapangan Tim Ekskavasi Masjid Kauman Pleret Rully Andriadi mengatakan, keris tersebut ditemukan secara tak sengaja. "Tujuan kami semula adalah menemukan fondasi dan memetakan struktur bangunan mesjid kuno," katanya di lokasi penggalian, Jumat (16/4/2010).

Hingga malam ini, belum diketahui asal-usul keris. Saat ini, tim ekskavasi gabungan Dinas Kebudayaan Provinsi DI Yogyakarta dan Balai Arkeologi Yogyakarta tengah berupaya membersihkan keris secara mekanis dengan menggunakan sikat dan kuas.

"Yang pasti ini adalah keris kuno. Dilihat dari tingkat kerusakan dan karat, keris ini mungkin sudah terpendam beratus tahun," ujar Rully.

Untuk pemeriksaan lebih lanjut, keris akan dianalisa secara arkeologi untuk mengetahui usia dan jenis logam pembuat keris. Tim juga berencana melibatkan ahli keris untuk menentukan fungsi keris.

Menurut Rully, penemuan keris ini menarik karena merupakan penemuan pusaka yang pertama di seluruh situs kompleks keraton Mataram Islam yang mulai diekskavasi secara bergilir sejak 2003. Ekskavasi yang berlangsung 1-31 April ini merupakan ekskavasi tahap ketujuh di Masjid Kauman Pleret.

Selain situs Masjid Kauman Pleret, kompleks situs Keraton Mataram Islam meliputi situs Kerto, Pungkuran, Gunung Kelir, dan Kedaton. Menurut sejumlah referensi, kompleks Keraton Pleret dan Kerto merupakan pusat pemerintahan Mataram Islam sekitar Abad ke-17.

Juru Kunci Situs Masjid Kauman Pleret Rahmat Fauzi mengatakan, berdasarkan bentuknya, keris diduga merupakan jenis Ki Brojol. Jenis ini biasanya digunakan dalam proses melahirkan karena diyakini dapat mengurangi rasa sakit.

Selain itu, dalam penggalian tahap ketujuh di situs Masjid Kauman Pleret ini juga ditemukan potongan tulang serta gigi binatang. Terdapat pula temuan berupa empat fragmen keramik dan gerabah. "Tiga potongan adalah jenis keramik China dari Dinasti Ming dan satu potongan lagi jenis keramik Eropa," kata Arkeolog dari Balai Arkeologi Alifah.

Menurut Alifah, temuan-temuan ini sangat berguna untuk mengungkap kehidupan di seputar keraton Mataram Islam itu. Sejauh ini, masih banyak hal yang belum diketahui mengenai keraton tersebut.(ico/kompas)

Tragedi Priok1984: Tragedi Kemanusiaa Era Orde Baru

oleh Prima Sp Vardhana / Radio Nederlands


SEKITAR 25 tahun silam, di tempat sama terjadi sebuah peristiwa pelanggarn HAM (Hak Asasi Manusia) berat. Korban tragedi tersebut ada dua versi. Menurut pemerintah tidak lebih dari 80 korban jiwa, tapi menurut saksi mata Husein Safe (64th), jumlahnya lebih dari 300-an jiwa lebih. Dasar pertimbangannya adalah pemandangan yang disaksikan oleh mata kepalanya:

"Saya lihat tentara mengangkuti mayat demikian banyaknya. Truk tentara bolak-balik mengangkut mayat-mayat yang berserakan dijalan," kata pria betubuh agak legam itu dengan menitikkan air mata.

Tragedi itu bermula dari kabar burung, bahwa empat hari sebelum banjir darah di Jalan Yos Sudarso, Tanjung Priok, 1984. Anggota ABRI bernama Hermanu dikabarkan masuk ke mushala warga tanpa membuka sepatu. Hermanu mencopot dan merobek pamflet yang mengeritik kebijakan pemerintahan Soeharto. Soal Pancasila sebagai asas tunggal.

Sang tentara bahkan dikabarkan menyiram sebagian mushala dengan air got. Warga marah. Sepeda motor Hermanu dibakar. Empat warga yang membakar sepeda motor pun ditahan di Kodim Jakarta Pusat.

12 September 1984, warga menggelar Tabligh Akbar dekat kantor polisi. Ada ribuan jemaah yang berkumpul. Isi ceramahnya keras dan kritis terhadap pemerintahan Orde Baru. Barang langka kala itu. Ratono, salah satu korban Tanjung Priok, saat itu ikut berceramah.

Ratono: "Dan bagi semua yang menindas, pasti akan hancur dan kita kan tegar. Acara 25 tahun tragedi berdarah Tanjung Priok, orang yang berani mengeritik kebijakan pemerintah Orde Baru pada waktu itu sangat langka."

Demo damai
Sejam sebelum tengah malam, hujan turun. Tokoh masyarakat Amir Biki mengajak jemaah Tabligh Akbar untuk berdemo ke Kodim, menuntut pembebasan empat warga mereka yang ditahan di sana. Husein Safe ada di barisan terdepan.

Husein Safe: "Jam 10 malam itulah, baru ada rencana demo ke Kodim. Itu demo ya, bukan maksudnya apa-apa. Kita demo meminta empat teman kita dipindahkan ke sini, ke polres. Nah, karena itu kan urusan polisi bukan urusan TNI, nah itu yang kami minta."

Berjarak dua meter dari tentara, warga dihadang. Ada sebelas tentara, semuanya dalam posisi siap menembak.

Kaki Husein Safe tertembus peluru. Di kiri kanan Husein, orang mati atau terluka.

Rombongan kedua yang dipimpin Amir Biki pun tiba. Maksud hati hendak menyelamatkan Husein dan kawan-kawan. Lagi-lagi disambut dengan kekerasan. Rentetan tembakan hanya sepuluh menit, tapi terasa seperti sepanjang malam.

Tak lama empat truk dan satu mobil pemadam kebakaran datang. Korban tewas dan luka diangkut. Aspal yang hitam kemerahan langsung disiram air.

Jadi buron
Kisah penculikan mengisi fragmen berikutnya. Warga yang terlibat pengajian itu satu per satu menghilang. Ratono berupaya menghindar dengan tinggal berpindah-pindah.

Ratono: "Kayaknya ini sudah nggak aman. Saya langsung kabur, lari pulang. Pertama ke Ciputat, ke Bogor sebentar, terus Cianjur. Ya buronanlah, sampai terakhir saya ke Pandeglang. Pas 40 hari persis saya ditangkap. Itu pun karena isteri saya, yang terus diikutin sama intel. Gitu kan."

Aminatun yang membantu memperbanyak dokumen kronologis penembakan warga di Tanjung Priok, ikut diangkut bersama kakaknya.

Aminatun: "Malam tanggal 14 itu, digerebek rumah saya. Jam 12 saat saya mau tidur. Terus ketok-ketok pintu gitu loh. Ternyata melihat kakak saya sudah diborgol."

Ratono dan Aminatun dicecar pertanyaan seputar malam Tabligh Akbar. Lewat tangan tentara, siksaan mampir ke tubuh mereka.

Ratono: "Pokoknya tiga orang gebukin saya dari belakang. Di depan juga ada, terus sampai meleng begini kan di sel itu diborgol. Sampai saya bilang, Allahu Akbar! Tiga orang gebuk saya, meleng begini kan. Dihajar saya, Duash! Sampai pingsan, baru berhenti. Terus disetrum, Ces-ces-ces!"

Aminatun: "Waktu itu depresi saya, karena waktu itu, tiap malam diganggu. Jadi ditakut-takutin, ada yang mau memperkosa, ada yang mau masuk, mau dibunuh segala. Ya, sebenarnya, kalau buat saya kalau dibunuh itu kan mati, nggak masalah. Kenapa pakai ada suara-suara siksaan-siksaan. Jadi diperdengarkan suara-suara siksaan-siksaan itu setiap malamnya."

Dosa Turunan
Bertahun-tahun peristiwa berlalu, masih menyisakan kepedihan bagi keluarga korban. Hidup Wanmayetty sontak berubah begitu ayahnya menghilang dari bumi, pasca tragedi Tanjung Priok. Hidupnya berjalan terseok-seok. Sekolah mandek, cita-cita disimpan lagi dalam laci. Modal mereka kala itu hanya selembar ijazah SMA.

Wanmayetty: "Jadi, bukan bapakku saja yang hilang. Tapi pekerjaan juga hilang. Karena orang yang menjadi koneksi bapakku itu ketakutan menerima aku, karena aku dianggap eks-PKI. Jadi bekas-bekas PKI jaman dulu, bergerak kembali. Jadi digaris merahi, tiap wawancara digaris merahi. Bahwa kita warga Tanjung Priok, tak layak mendapat tempat kerja, dan kuliah pun sulit."

Diskriminasi pun jadi santapan sehari-hari. Adik Yetty, Nurhayati, misalnya, selalu dipersulit saat mengurus Surat Izin Kelakuan Baik.

Nurhayati: "Mba' dari Priok? Jakarta Utara? Saya bilang iya. Tapi dia nggak bilang sih saya ini korban Priok. Tapi dia bilang, kalau dari Priok biasanya banyak tato. Jadi alasan dia tuh begitu, jadi dia pengen, saya bisa buka baju. Di situ saya marah, saya ludahin tuh polisi, akhirnya saya keluar. Dari situ, kayaknya saya putus asa ngelamar ke sana ke mari. Saya ngerasa orang-orang itu mojokin saya."

Lima kali presiden berganti. Yang hilang tetap hilang. Korban dan keluarga korban belum mendapat keadilan.

Menunggu keadilan
Hampir 25 tahun setelah peristiwa terjadi, barulah puluhan tentara diperiksa, termasuk Pangdam Jaya saat itu Try Sutrisno dan Panglima ABRI kala itu Benny Moerdani. Tapi tak semua petinggi TNI itu diajukan ke pengadilan pada 2003.

Padahal menurut Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim, para petinggi TNI ketika itu, mengetahui, membiarkan dan memerintahkan penguburan diam-diam terhadap korban tewas. Bahkan diduga ikut terlibat dalam merencanakan penculikan dan penghilangan orang secara paksa.

Ifdhal Kasim: "Proses pengadilannya tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan karena banyak sekali kelemahan dalam proses pengadilan ini. Kasus ini masih tetap mencari keadilan, karena upaya penyelesaiannya tidak memberikan hasil nyata bagi para korban. Bisa dikatakan, peristiwa Tanjung Priok baru diselesaikan secara parsial. Yang didapatkan korban baru partial justice."

Dari 23 pelaku yang direkomendasikan untuk diadili oleh Komnas HAM, Pengadilan HAM Ad Hoc menyusutkan jumlah terdakwa menjadi 14 tentara. Setelah berjalan tiga tahun, semuanya bebas: Mayjen RA Butar-butar, Mayjen Pranowo, Mayjen Sriyanto dan Kapten Soetrisno Mascung dan sepuluh anak buah mereka.

Islah
Warga Tanjung Priok pun dipecah belah lewat pemberian islah oleh tentara. Iming-iming uang 1 sampai 2,5 juta atau motor per orang membuat 85 dari total 100 korban Tanjung Priok ikut di belakang Pangdam Jaya Try Sutrisno. Logika yang ditawarkan Try Soetrisno kala itu adalah perdamaian.

Try Sutrisno: "Saya kira, bukan TNI saja, tiap perdamaian di tanah air itu, melegakan semua orang. Yang harus disadari. Apa kita mau terus jadi negara yang carut marut."

Padahal islah tak lebih dari sebuah sogokan demi memberikan keterangan palsu di pengadilan. Supaya saksi melunakkan, atau bahkan mencabut kesaksian. Aminatun tak pernah sudi menerima islah.

Aminatun: "Nah, kalau itu, hanya tipu daya, kalau islah itu hanya disuap uang recehan. Kemudian, disuruh ngaku, disuruh buat kesaksian yang diinginkan oleh mereka. Bikin rekayasa, bikin perlawanan."

Belasan korban yang tersisa terus bertahan, hingga kini.(*)

Selasa, 13 April 2010

Pasangan SUCI Sosialisasikan Rekom DPP PKB

oleh Nico Miftahurahman / Prima Sp Vardhana

MISTERI turunnya Rekom DPP PKB pada pasangan Calon Bupati (Cabup) dan Calon Wakil Bupati (Cawabup) H. Saiful Ilah dan H. Muhammad Ngatino Hadi Sutjipto, Selasa (13/04) siang, disosialisasikan di kantor DPC PKB Sidoarjo Jalan Airlangga no 1 Sidoarjo.

Selain untuk memberi kepastian pada jajaran pengurus PAC PKB Se-Sidoarjo, tentang turunnya Rekom DPP PKB yang memilih pasangan Wakl Bupati Sidoarjo dan Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesra Sekdakab Sidoarjo itu sebagai calon yang akan diusung dalam Pemilukada 2010, Juni mendatang. Sosialisai yang juga dihadiri jajaran Dewan Syuro DPC PKB Sidoarjo itu, secara politis untuk mematahkan intrik politik ”Kubu Kelopo Sepoloh” yang berambisi membegal perjalanan Syaiful Ilah merebut tahta W-1.

Sebagai informasi tambahan, Kubu Kelopo Sepuluh adalah kelompok yang dipimpin KH Abdi Manaf. Kabar yang berhasil dikumpulkan Harian TRIBUN INDONESIA, Jakarta, dan TRIBUN ONLINE, kelompok ini memaksakan kehendak agar Sekretaris DPC PKB Choiri Mahfudz dipilih Syaiful Ilah sebagai pasangan yang diusung PKB Sidoarjo maju dalam Pemilukada 2010. Namun keinginan tersebut tidak dituruti Saiful Ilah yang lebih memilih Hadi Sutjipto. Alasan Ketua PKB Sidoarjo itu sangat realistis. Choiri tidak memiliki pendukung yang membumi di masyarakat Sidoarjo, sehingga menggandeng Choiri akan membuat peluang PKB merebut tahta W-1 sangat rawan.

Penolakan tersebut rupanya membuat Kubu Kelopo Sepoloh yang konon dibiayai PT. Minarak Lapindo Jaya itu masgul, sehingga mereka berkali-kali melakukan manuver politik untuk menggagalkan langkah Syaiful Ilah melaju daam Pemilukada 2010. Tidak hanya itu, kubu ini juga melakukan intrik politik bertujuan merusak citra Hadi Sutjipto di kalangan PAC. Manuver yang dilakukan adalah mengumpulkan PAC dan ”merayunya” dengan iming-iming rupiah bernilai jutaan rupiah untuk mengisi memberikan tanda-tangan mencabut dukungan pada Ketua Takmir Masjid Agung, Sidoarjo, itu.

Blangko berisi 12 tanda-tangan pegurus PAC dan beberapa pengurus PKB Sidoarjo itu selanjutnya dikirimkan ke Ketua Umum Dewan Tanfidz DPP PKB, Drs. H. Muhaimin Iskandar, MSi dengan tujuan membatalkan menerbitkan rekomendasi pada pasangan Syaiful Ilah-Hadi Sutjipto sebagai calon yang diusung PKB Sidoarjo dalam Pemilukada 2010.

Ironisnya, intrik politik licik Kubu Kelopo Sepoloh itu gagal total. Muhaimin Iskandar lebih memilih merekomendasi duet Syaiful Ilah-Hadi Sutjipto. Pertimbangan politisnya, pasangan tesebut berpeluang besar memenangkan Pemilukada 2010. Selain itu, berdasar surat keterangan yang dikirimkan mayoritas pengurus PAC ke DPP, yang menegaskan tidak pernah mengajukan penarikan dukungan atas Hadi Sutjipto sebagai Cawabup dari PKB Sidoarjo untuk mendampingi Syaiful Ilah. Nama mereka dan stempel yang da dalam blanko penarikan dukungan itu merupakan hasil rekayasa. Buktinya adalah bentuk tanda tangan mereka yang tidak sama dengan miliknya.

Pertimbangan lain Muhaimin atas sosok Hadi Sutjipto, karena pria ramah ini merupakan sosok hasil tiga kali istikhoroh yang dilakukan para Kyai PKB dan NU Cabang Sidoarjo. Selain itu, secara politis sosok ini memiliki ”People Power” yang sangat fanatik dan siap memuluskan langkah PKB Sidoarjo kembali meebut tahta W-1. Dengan latar belakang sebagai mantan Kepala Dinas Infokom dan Kepala Dinas Pendidikan Kab. Sidoarjo, pria ramah ini di atas kertas telah mengantongi dukungan yang memastikan dari sekitar 29.000-an guru PNS dan Honorer se-Sidoarjo. Jumlah itu belum termasuk keluarga dari para guru tersebut, yang memungkinkan dari basis pendidik saja bisa mengumpulkan sekitar 58.000 suara dukungan.

Jumlah dukungan suara itu bisa membengkak berlipat kali, karena PakTjip (panggilan akrab Hadi Sutjipto, red.) sangat populer di kalangan PNS Kabupaten Sidoarjo, karena karakter ramah dan ringan tangan dalam memberi bantuan para koleganya. Selain itu, di kalangan umum Pak Tjip merupakan sosok yang terlibat aktif sedikitnya dalam 10 organisasi kemasyarakatan. Selain sebagai Ketua Takmir Masjid Agung, ia juga Ketua Kwartir Cabang Pramuka Sidoarjo, Ketua Harian KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia) Sidoarjo, Wakil Ketua BAZ (Badan Amil dan Zakat) Sidoarjo. Tak pelak lagi, di atas kertas peluangnya untuk mendapatkan dukungan suara di atas 200 ribu suara pendukung

Saksi Politik

Dalam acara sosilisasi itu, H. Saiful Ilah tiba di kantor DPC PKB dengan menggunakan mobil dinas Honda Accord W 9308 BS. Usai memasuki kantor DPC PKB, pria bertubu subur itu langsung melakukan kordinasi sebelum mengumumkan rekomendasi yang dikantonginya.

Kendati dalam sosialisasi itu, Saiful Ilah tak menunjukkan fisik rekomendasi yang jatuh ketangannya. Namun, Ketua PKB Sidoarjo ini menegaskan langsung akan tancap gas menggerakkan motor partai yang ada.

”Rekom DPP yang menunjuk saya dan Pak Tjip sebagai Cabup dan Cawabup untuk tampil dalam Pemilukada 2010 sudah ditangan saya. Kalau saat ini, saya tidak membawa Rekom tersebut, karena secara politis terbitnya Rekom tersebut ada saksinya yaitu Desk Pilkada PKB,” kata Saiful Ilah dengan suara lantang.

Penjelasan Syaiful Ilah itu ditegaskan Ketua tim desk pillkada PKB Sidoarjo, H Imam Rahmat bahwa Rekom tersebut sudah terbit dan sudah dilihatnya. Nomor Rekom tersebut 5104/DPP/A.1/III/2010 per 31 Maret 2010. ”Karena Rekom dari DPP sudah terbit, saya berharap seluruh struktur partai dan mesin politik untuk mengamankan turunnya rekom tersebut sebagai suatu bentuk amanah yang harus didukung,” kata Imam Rahmat. (ico/vd)