Kamis, 22 Oktober 2009

Surabaya Siap Jadi Tuan Rumah ‘Murni’ Porprov 2011

oleh Prima Sp Vardhana


TRIBUN, SurabayaSukses mempertahankan predikat juara umum dalam Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) II Jatim di Malang, 5 -10 Oktober, memantapkan KONI Surabaya untuk mencalonkan diri sebagai tuan rumah pesta olahraga paling prestisius se-Jatim III/2011 mendatang. Bahkan kesiapan menjadi tuan rumah itu sudah dilaporkan dan disetujui Wali Kota Surabaya Bambang Dwi Hartono.
 
Kendati demikian, kesiapan yang disampaikan komite olahraga Kota Pahlawan yang dipimpin Heroe Poernomohadi itu, tidak sekadar strategi untuk mempertahankan predikat juara umum Porprov yang ketiga kalinya. Namun lebih bersifat keinginan melaksanakan Peraturan Pemerintah nomor 17 tahun 2007 pasal 16 tentang sistem penyelenggaraan pekan olahraga provinsi atau pekan olahraga kabupaten/kota, khususnya ayat 2 dan 3.  
 
Sikap ini terlihat dari kesiapan KONI Surabaya sebagai tuan rumah Porprov III/2011 dengan dua catatan persyaratan, yang selaras dalam penafsiran PP No.17/2007 pasal 16 ayat 2 dan 2. Dua persyaratan yang berintikan pada keinginan menjadi tuan rumah secara murni dalam menggelar seluruh nomor pertandingan di wilayah sendiri itu, adalah pertama pengelolaan seluruh dana penyelenggaraan dari Pemprov Jatim untuk Porprov diserahkan dan menjadi tanggung jawab KONI Surabaya. Kedua, kepanitiaan juga menjadi tanggung jawab penuh daerah, bukan lagi dipegang KONI Jatim.
 
“Dua persyaatan yang melengkapi kesiapan kami sebagai tuan rumah Porprov 2011, sesungguhnya bukan sebuah persyaratan baru. Pasalnya persyaratan itu pernah disodorkan KONI Surabaya saat ditunjuk KONI Jatim untuk menjadi tuan ruma Porprov I,” kata Heroe di ruang kerjanya.
 
Namun, dua persyaratan tersebut ditolak KONI Jatim dengan alasan persyaratan tersebut dinilai membuat peran serta KONI Jatim dalam penyelenggaraan Porprov menjadi hilang. Dampak penolakan itu membuat KONI Surabaya memutuskan mundur dan menolak dilibatkan dalam kepanitiaan Porprov I.
 
Tak pelak lagi posisi KONI Surabaya dalam Porprov I, diakui mantan pesilat andalan Jatim itu, murni sebagai peserta. Kota Surabaya hanya bersifat sebagai salah satu lokasi pertandingan bersama Gresik dan Sidoarjo, sementara porsi tuan rumah ditangani langsung oleh KONI Jatim.

RANSUM BASI
 

Sikap kesiapan menjadi tuan rumah Porprov III yang dilengkapi persyaratan itu. Menurut Heroe, terinspirasi dari fakta lapangan dalam penyelenggaraan Porprov II di Malang yang menelan APBD sebesar Rp 8,5 milyar lebih itu. Dengan sistem penyelenggaraan yang masih dikendalikan sepenuhnya oleh KONI Jatim, teryata penyelenggaraannya secara prestise lebih buruk dari Porprov I. Banyaknya kekurangan pada sektor-sektor vital, yang secara pesikologis mempengaruhi penampilan atlet yang diturunkan semua daerah.
 
Sektor akomodasi penginapan peserta, misalnya. Dengan penjatahan penginapan bersistem ”sama rata sama rasa” sebagaiman diakui Bidang Akomodasi PB Porprov II Ir Arief Sosiawan, saat berdiskusi dengan monev tim bola voli Kontingen Surabaya Irwan Setiadi di media centre GOR Gajayana, 5 Oktober malam. Dinilai Heroe, sistem tersebut justru menjadi bumerang yang membabit pencitraan KONI Jatim sebagai penyelenggara. Pasalnya banyak tim cabor daerah memilih pindah penginapan dengan resiko mengeluarkan dana tambahan, karena kondisi penginapan yang dinilai tak layak untuk atlet tim.
 
Kalau pun ada tim cabor yang tidak pindah, itu pun dilakukan dengan hati yang masgul. Atau diakibatkan oleh tipisnya dana keberangkatan kontingen daerah. ”Bukti banyaknya tim cabor yang pindah penginapan atau mengikuti penjatahan PB, sudah menjadi rahasia umum yang diketahui semua wartawan. Sebab kondisi penginapan sering menjadi bahan gibah antar ofisial sepanjang penyelenggaraan pertandingan cabor,” ujarnya.
 
Kekurangan lainnya terjadi pada jatah ransum atlet dan panitia, khususnya untuk pertandinga sore dan malam hari. Berdasar laporan para ofisial tim cabor, tim monev, konfirmasi dari daerah lain, serta fakta yang dilihat sendiri oleh Heroe. Jatah ransum peserta dan panitia untuk sore hari, rata-rata sudah basih dan berbauh saat akan disantap. Sehingga ofisial cabor daerah kembali mengeluarkan dana tambahan untuk membelikan konsumsi atletnya.
 
Selain itu, pada sektor alokasi dana penyelenggaraan pertandingan cabor yang mayoritas menunjukkan jumlah sangat fantastis dan bernuansa mark-up. Pada penyelenggaraan pertandingan cabor pencak silat, misalnya. Dana yang harus dikeluarkan KONI Jatim mencapai jumlah sekitar Rp 170 juta lebih. Jumlah dana tersebut dua kali lipat biaya yang dibutuhkan untuk menggelar Kejurda Pencak Silat yang rata-rata tak leih dari Rp 80 juta. Padahal jumlah pesilat yang tampil dalam Kejurda hampir lima kali lebih banyak dari Porprov II.
 
SARANA PROMOSI
 

Demikian pula dari sektor gebyarnya penyelenggaraan. Untuk Porprov II yang menelan dana Rp 8,5 milyar, ternyata gaungnya di Kota Malang seakan tidak terdengar. Masyarakat kota apel itu seakan tidak mengetahui, bahwa kotanya sedang menjadi tuan rumah sebuah PON mini. Ini terjadi lantaran di jalanan kota tidak ditemukan sarana promosi berupa umbul-umbul atau spanduk seperti saat Porprov I di Surabaya.
 
”Saya menjadi heran, Porprov II senilai milyaran rupiah mengapa gaung penyelenggaraannya tidak terasakan Saya tidak menemukan selembar umbul-umbul atau spanduk yang menunjukkan kota Malang tengah menjadi tuan rumah PON mini,” kelakar Sekretaris Umum KONI Surabaya Hoslich Abdullah.
 
Banyaknya kekurangan dalam penyelenggaraan Porprov II itu, dikatakan Heroe, sebagai bukti adanya ketidak harmonisan antara KONI Jatim sebagai penyelenggara dan KONI Kota Malang sebagai tuan rumah. Semua kekurangan itu diyakini tidak akan terjadi, kalau saja KONI Jatim menyerahkan sepenuhnya sistem penyelenggaraan dan pengelolaan Porprov II pada tuan rumah. Pasalnya tuan rumah pasti sangat tahu akan kondisi yang terkait di semua sektor penyelenggaraan, sehingga kebocoran dana penyelenggaraan dapat ditekan.
 
”Harapan saya untuk penyelenggaraan Porprov III nanti, KONI Jatim belajar pada sistem penyelenggaraan KONI Jabar yang sudah menggelar sepuluh kali Porprov,” kata Heroe kembali.
 
Sistem penyelenggaraan Porprov yang diterapkan KONI Jabar, sebagaimana penjelasan Humas KONI Jabar Mursyid WK saat mengunjugi Media Centre di Stadion Gajayana, 8 Oktober sore. Menurut ia, sistem penyelenggaraan Porprov Jabar mirip yang dilakukan KONI Pusat dalam menyelenggarakan PON di daerah. Pengelolaan sistem penyelenggaraan sepenuhnya diserahkan pada kota/ kabupaten yang ditunjuk sebagai tuan rumah, sementara KONI Jabar menempatkan diri sebagai steering comite (SC), yang tinggal menilai dan membenarkan sistem penyelenggaraan yang keliru.
 
Sistem penyelenggaraan yang dilakukan KONI Jabar itu juga sangatbermanfaat dalam menekan alokasi dana APBD untuk Porprov. Sebab dana penyelenggaraan Porprov Jabar yang dikucurkan Pemprov Jabar rata-rata jumlahnya 40% dari biaya yang dibutuhkan, sementara pemenuhn kekurangan dana tersebut menjadi tanggung jawab tuan rumah dengan sistem pengadaan dana yan diajarkan KONI Jabar.
 
”Kalau saja penyelenggaraan Porprov Jatim mulai yang ketiga hingga seterusnya sepeti yang dilakukan KONI Jabar, saya yakin penyelenggaraan Porprov akan sesuai dengan PP No. 17 tahun 2007 pasal 16. Selain itu, APBD Pemprov yang berasal dari uang rakyat itu tidak teralu terkuras sebesar dana penyelenggaraan Porprov II di Malang,” kata Heroe.  (vd)

0 komentar:

Posting Komentar