Sabtu, 05 September 2009

Bank Century yang Mencengangkan


oleh Andi Suruji

MENCENGANGKAN pengungkapan upaya penyelamatan Bank Century. Upaya itu sebenarnya telah diputuskan pada tahun lalu oleh pemerintah bersama Bank Indonesia, bahkan telah disetujui juga oleh DPR.

Akan tetapi, akhir-akhir ini kasusnya mencuat karena ada hal-hal yang dinilai DPR kurang transparan dan kurang akuntabel. Misalnya, mengapa ketika DPR menyetujui upaya penyelamatan itu, biaya penyelamatan hanya sekitar Rp 1,3 triliun. Belakangan ketahuan uang dari kantong negara ternyata harus dikuras Rp 6,7 triliun.

Di situlah letak permasalahan awalnya. Namun, pemerintah dan BI menyatakan, dalam proses penyembuhan bank ini terdapat berbagai persoalan yang mengharuskan pemerintah terus menyuntikkan dana untuk memenuhi syarat kesehatan bank. Akhirnya biaya penyelamatan membengkak berlipat-lipat kali dari yang disetujui DPR.

Dalam aturan yang ada, kewenangan untuk menyatakan suatu bank bermasalah tidak dapat melanjutkan hidupnya alias bank gagal, walaupun telah berkali-kali diselamatkan, adalah BI. Selaku otoritas, BI juga yang berhak menyatakan bank gagal itu harus diselamatkan atau dimatikan saja.

Dalam hal bank gagal itu harus diselamatkan, maka harus dipenuhi kriteria sistemik. Artinya, jika bank tersebut dibuat ”wassalam”, dampaknya akan sangat besar. Menimbulkan persoalan yang lebih rumit karena keterkaitannya dengan bank-bank lain (sistem perbankan) begitu luas. Misalnya, berdampak pada sistem pembayaran nasional, mengganggu stabilitas pasar uang, terganggunya bank-bank lain. Pertimbangan lain adalah faktor psikologis pasar keuangan.

Ada pertanyaan, mengapa Bank Century tidak dimatikan saja? Toh sudah berkali-kali membuat ulah dan menimbulkan permasalahan. Apakah bank nakal tidak sebaiknya dimatikan saja seiring dengan upaya pemerintah dan BI menciutkan jumlah bank agar pasar perbankan nasional tidak selalu ricuh. Apalagi ukuran Bank Century dalam skala perbankan nasional tidak signifikan amat.

Karena itu, ada penilaian publik bahwa BI lemah dalam pengawasan perbankan. Itu ada benarnya, tetapi tidak sepenuhnya juga. Sebab, pengawas bank yang dimiliki BI di setiap bank adalah para profesional muda dan senior yang memahami betul tugas dan tanggung jawabnya. Aturannya jelas.

Hal yang mungkin terlupakan adalah sikap tegas BI selaku otoritas perbankan untuk menegakkan aturannya sendiri. Mungkin ini terjadi lantaran adanya berbagai faktor pertimbangan yang tidak bisa dikalkulasi secara matematis dalam setiap pengambilan keputusan BI untuk menutup atau tidak menutup suatu bank.

Bagi Wakil Presiden Jusuf Kalla, persoalan Bank Century adalah tindakan kriminal. Masalahnya, Wapres tidak menjelaskan siapa yang melakukan tindak kriminal dalam persoalan ini. Namun jelas sikap Wapres, menginstruksikan Kepala Polri agar menangkap pemilik bank dan memasukkannya ke dalam penjara.

Betul...! Manakala setiap pelaku kriminalitas di sektor finansial, lingkungan perbankan, pasar uang, pasar modal, sekecil apa pun tindakan kriminalnya, senantiasa segera ditangkap dan dipenjarakan, masyarakat pasti angkat jempol. Bank adalah bisnis kepercayaan. Besar atau kecil, pengaruhnya pasti ada dalam menciutkan nyali pelaku sektor finansial untuk bermain-main di atas ketidaktegasan otoritas dan penegak hukum lainnya.

Dengan berbagai gugatan itu, wajar dan masuk akal jika semakin timbul aneka rupa tanda tanya dalam benak publik. Jangan-jangan..., jangan-jangan..., dan pelbagai jangan-jangan lainnya.

Misalnya, jangan sampai penyelamatan Bank Century itu sebenarnya bukan karena faktor-faktor teknis perbankan yang disebutkan di atas, tetapi faktor lain yang sangat fleksibel sifatnya. Apalagi kalau kita mendengar nama-nama deposan besar Bank Century. Siapa tahu?

Tidak main-main


Akan tetapi, pemerintah dan BI menyatakan secara tegas bahwa tidak ada yang main-main dalam penyelamatan Bank Century. Mantap...! Syukurlah jika memang demikian adanya.

Akan tetapi, apakah publik percaya begitu saja? Saya tidak mengajak publik, khalayak pembaca, untuk tidak memercayai ucapan pejabat publik. Kepada siapa lagi kita percaya kalau bukan mereka. Oleh karena itu, mari kita percaya kepada langkah-langkah yang diambil Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang mengaudit kasus ini.

Kita tentu percaya BPK yang diminta Komisi Pemberantasan Korupsi untuk melakukan audit. Apalagi Ketua BPK Anwar Nasution adalah mantan Deputi Gubernur Senior BI. Tentu masih segar dalam ingatannya tata kelola yang diterapkan di BI dan segala macam perilaku mantan koleganya di sana.

Tentu kita menitip harapan agar kasus ini terungkap secara transparan dan akuntabel. Siapa melakukan apa, siapa mengatakan apa saat pengambilan keputusan, siapa mengambil apa? Siapa menguntungkan siapa?

Satu hal lagi, jangan pula kasus ini jadi alat kepentingan. He-he-he...! Soalnya, sebentar lagi periode kabinet berakhir dan yang baru terbentuk. Banyak pemain akrobatik berkeliaran.

Benar, deh. Masyarakat sudah lelah melihat perilaku patgulipat pejabat, politisi, penegak hukum. Banyak di antaranya yang sangat susah mencari sesuap nasi. Betapa sulit mendapat kucuran modal untuk bekerja halal. Namun, untuk dana Bank Century, mereka nilai begitu gampang.

Mereka tidak paham lika-liku pengambilan keputusan publik, tetapi mereka merasakan adanya getaran ketidakadilan di sana.

Sumber : Kompas Cetak

0 komentar:

Posting Komentar