Jumat, 19 Juni 2009

Keripik Kedelai Pugeran, Produk Rumahan Kualitas Industri


oleh Lucky Errol

SEBELUMNYA, keripik kedelai populer sebagai salah satu kudapan hidangan hari raya. Rasanya yang enak dan gurih membuat keripik ini menjadi hidangan favorit. Atmosfer yang membuat terbukanya pasar itu ditangkap oleh para pengrajin kerupuk kedelai di Desa Pugeran, Kec. Gondang Mojokerto. 

Langkah awal yang mereka lakukan adalah membentuk sebuah kelompok kerja yang disepakati bernama Kelompok Matahari, dengan anggots 18 ibu-ibu pengrajin. Dan, Yunanik disepakati sebagai ketua kelompok yang dibangun pada 2 tahun lalu itu. Konsep kerja kelompok ini untuk menjaga eksistensi dan persaingan harga antar pengrajin.

”Sebelum ada industri keripek kedelai, ibu-ibu di desa umumnya murni ibu rumah tangga. Saat ini, status pengrajin membuat ibu-ibu di sini ikut terlibat sebagai mesin pengail rezeki. Sehingga tingkat perekonomian kami pun mengalami peningkatan,” kata Yunanik saat ditemui di rumahnya.

Wanita yang memulai usaha sejak 6 tahun lalu ini mengatakan, kesuksesan yang didulang kelompoknya saat ini diluar prakiraan. Pasalnya investasi awal yang digunakan hanyalah alat-alat dapur sebagai sarana produksi.

Kendati demikian, setahun terakhir keberadaan para pengrajin keripik kedelai ini berhasil mengetuk empati Pemkab. Mojokerto. Terbukti dengan mengalirnya bantuan mesin pengiris keripik yang diberikan langsung oleh Bupati Mojokerto Drs. H. Suwandi MM., bulan Desember 2008 lalu. Mesin yang diterima 18 anggota kelompok pengrajin dibuat oleh SMK Jetis.
Saat ini, rata-rata setiap anggota kelompok, memiliki karyawan 2 hingga 5 orang tetangga masing-masing. Dengan jumlah produksi yang berkembang pesat antara 12kg hingga 24kg, maka setiap anggota memiliki omset bersih Rp 75.000 – Rp 100.000 per harinya.

Harga keripik kedelai yang ditetapkan kelompok Matahari sebesar Rp. 2.500 untuk kemasan 100gr, Rp. 5.500 untuk kemasan 225gr, Rp. 12.000 untuk kemasan 500gr, dan Rp. 24.000 untuk kemasan 1 kg.

Harga yang relatif murah itu, maka pemasaran keripik kedelai saat ini telah menguasai Kab./ Kota Mojokerto. Sejak setahun terakhir sudah merambah ke wilayah Jombang, Malang dan Surabaya. Mayoritas pemasaran mereka di tempat-tempat wisata yang dimiliki masing-masing daerah.

”Wilayah pemasarannya tidak diatur kelompok, karena diantara anggota sangat menjunjung etika bisnis. Wilayah yang sudah dimasuki salah satu anggota kelompok, tidak akan dimasuki anggota lainnya,” ujar Yunanik lagi.

Lontong Keripik

Pesatnya perkembangan pasar yang menyerap produk keripik kedelai kelompok ini, menurut solikah –salah satu pengrajin, tidak lepas dari bahan yang digunakan jenis impor. Biji kedelainya lebih kecil dan padat.

Bahan yang digunakan dalam memproduksi keripik adalah kedelai, tepung terigu, tepung kanji, telur, soda kue, bumbu-bumbu dan biji kedelai yang berguna pembuat rasa.

Sedangkan proses pembuatan yaitu merebus kedelai serta pengupasan kulitnya. Selanjutnya rebusan itu dicampur dengan bahan-bahan lain dan bumbu penyedap. Saat kedelai dan bahan lainnya tercampur membentuk lontong kerupik, maka proses selanjutnya lontong keriupik dikukus dalam dandang selama 2 jam.

Proses terakhir, lontong keripik ditiriskan, setelah dingin diris tipis-tipis dengan pengiris kemudian digoreng.

Ironisnya masa kedaluwarsa keripik kedelai yang diyakini Solikah mampu bertahan hingga 2 bulan, ternyata dalam praktiknya hanya bertahan selama 3-4 minggu saja. Kondisi keripik sudah melempem akibat kemasan, yang sudah bocor.

Karena itu, masing-masing pengrajin saat ini tengah berusaha mendapatkan mesin kemasan, yang mampu memenuhi standar ketahanan saat dipasarklan. Sehingga sistem perputaran produksi dan penarikan retur berlangsung sesuai target waktu setiap 2 bulan sekali.

”Salah satu kendala kami gagal memasarkan di supermarket adalah faktor kemasan. Jika kondisi ini dapat kami selesaikan, kami yakin pasarnya makin melebar,” ujar Teguh yang memproduksi keripik kedelai berlabel Teguh Jaya. (tribunonline@gmail.com)

0 komentar:

Posting Komentar