Selasa, 11 Mei 2010

Hasil Pungli Imigrasi Surabaya Per-Bulan Seharga Mobil Mewah

PUNGLI di IMIGRASI PINTU MASUK TERORIS KE INDONESIA (Seri - 4)

MODUS operandinya, para pejabat dan petugas Kantor Imigrasi Klas 1 Khusus Surabaya itu mewajibkan para Badan Usaha (red. Calo yang dilegalkan sebagai rekanan kantor imigrasi) yang membantu pengurusan para pemohon paspor. Sebelumnya, para calo itu diwajibkan setor Rp 180.000 atas setiap paspor 48 halaman yang pengurusannya ditangani. Sistem pembayarannya dilakukan pada Kasir Kantor tersebut setiap hari Jumat sore.

Namun, sistem itu kini berubah. Setiap calo diwajibkan membayar Rp 100.000 atas setiap paspor yang terbit. Pembayaran dilakukan pada para petugas kantor imigrasi yang membina calo-calo tersebut. Setiap petugas rata-rata membina dua hingga tiga calo. Perubahan ini dilakukan, karena menjamin terciptanya citra bersih dibanding dengan setor pada kasir kantor. Karena itu, bukan pemandangan baru jika melihat para calo paspor itu dapat keluar masuk kantor imigrasi, untuk mencari koordinirnya dan menyetorkan rupiah atas paspor yang mereka urus.

Dengan dilegalkannya pungli yang wajib disetorkan para calo paspor itu pada petugas kantor imigrasi yang mengkoordinirnya, maka biaya pengurusan paspor pun menjadi berlipat kali dari tarif resmi yang digariskan Depatemen Hukum dan HAM (Depkumham). Biaya pengurusan paspor 48 halaman yang bertarif resmi Rp 270.000 ditambah biaya Rp 15.000 untuk pembelian map dan materai, saat ditangani para calo tersebut bisa mencapai sekitar Rp 600.000. Waktu penerbitan paspor “dijamin” sekitar 4 hari sejak proses mengajukan map permohonan. Sedangkan masa penerbitan dengan jalur khusus yang bertarif sekitar Rp 1 juta dapat dilakukan sekitar 2 hari.

Mengapa biaya pengurusan paspor oleh para BU berkali lipat dari tarif resmi? Enam pengurus BU yang siap menjadi saksi mengakui, biaya itu terjadi sebagai akibat dari kewajiban setor pungutan liar (pungli) Rp 100.000 pada Kantor Imigrasi. Menurut Santoro (red. bukan nama sebenarnya), besarnya biaya pengurusan permohonan paspor yang ditetapkan itu merupakan efek domino dari kewajiban setor pungutan wajib atas setiap paspor yang pengurusannya ditangani BU.

“Kami siap menjadi saksi bahwa untuk setiap paspor yang kami urus, kami diwaibkan untuk setor pungutan sebesar Rp 100.000. Karena itu, kami sangat kecewa jika semua yang kami berikan itu tak pernah sekalipun diakui para pejabat di kantor ini,” kata Santoro dengan gigi gemeletuk.

Dengan biaya pengurusan paspor 48 halaman sebesar Rp 600.000, menurut dia, para BU hanya mendapatkan bagian sekitar Rp 135.000. Pasalnya biaya itu harus dipotong tarif resmi sekitar Rp 285.000, dana pungli Rp 100.000/ paspor agar terbit 4 hari, dan beberapa pungutan lain sekitar Rp 75.000 hingga Rp 100.000.

Waktu penyetoran pungutan wajib itu biasanya pada sore hari sekitar pukul 16.00 WIB. Sistem setiap staf BU menemui petugas imigrasi yang mengkoordinirnya dengan membawa buku catatan setoran permohonan. Tekniknya saat setor uang pungli sore itu untuk membayar jumlah paspor yang diurus empat hari sebelumnya. Demikian pula hari-hari selanjutnya.

“Sistem setoran pungutan wajib di Imigrasi Surabaya lebih rapi, sehingga sulit dideteksi. Sedangkan di kantor imigrasi lain modusnya sangat mencolok. Para BU diwajibkan setor saat permohonan paspornya dinyatakan lolos verivikasi syarat dokumen,” ujarnya.

Sedangkan proses pemohonan paspor yang dilakukan sendiri (YBS) yang dipromosikan dapat selesai 4 hari, ternyata dibantah keras oleh enam pemohon yang ditemui di ruang tunggu kantor imigrasi tersebut. Pengakuan M. Farouq, misalnya. Karena tergiur oleh promo yang ditegaskan pejabat Humas Imigrasi Surabaya, Kamali Sugito dan M. Faudzan, maka pria berusia 52 tahun itu mengurus sendiri paspornya. Setelah memenuhi semua prosedur yang ditetapkan, ternyata paspor yang dibutuhkan untuk pergi Australia itu baru selesai 2 minggu kemudian.

Alasan yang disebutkan para petugas loket pengambilan sangat beragam. Salah satunya, karena paspor M. Farouq masih dalam proses pengesahan dan lain sebagainya di Jakarta. Nasib yang sama juga dialami Dinar Ayu, Bambang Kuntarto, Noval Andriyanto, I Nyoman Barada, dan juga para pemohon YBS lain yang enggan menggungkap kejengkelannya.
Senilai Mobil Mewah

Dari kesaksian pengurus enam BU diselaraskan jumlah pemohon paspor yang rata-rata setiap harinya mencapai 600 buah, dengan rincian 350 buah ditangani BU dan 250 buah dilakukan pemohon sendiri. Perhitungan kasar tim delapan menunjukkan, uang pungli yang mengalir ke Kantor Imigrasi Klas I Khusus Surabaya nilainya lumayan besar.

Dengan jumlah paspor yang diurus BU mencapai 350 buah per-hari, maka rupiah yang ditangguk kantor imigrasi di dekat terminal Bungurasih itu mencapai Rp 35.000.000 (350 x Rp 100.000) per-hari, sementara dalam satu minggunya dengan lima hari kerja terkumpul Rp 175.000.000 (5 x Rp 35.000.000). Total rupiah hasil pungli itu saat dikumpulkan dalam satu bulan akan mencapai sekitar Rp 700.000.000 (4 x Rp 175.000.000). Dihitung dalam satu tahun, dana yang terkumpul dapat mencapai Rp 8.400.000.000 (12 x Rp 700.000.000).

Dalam praktiknya, sebagaimana paparan salah satu petugas kantor tersebut di sebuah rumah karaoke, alokasi dana pungli itu tidak semuanya dibagi-bagi sebagai uang tambahan para pejabat, staf, dan karyawan kantor imigrasi tersebut. Namun, sebagian dimanfaatkan untuk biaya operasional kantor yang bersifat mendadak. Untuk akomodasi lengkap tamu dari Jakarta yang biayanya bisa mencapai puluhan juta rupiah, misalnya.

“Para tamu dari Jakarta selalu mendapat jamuan sangat istimewa. Mulai sarana akomodasi, transportasi PP, serta dana lain-lain untuk oleh-oleh tamu. Jumlahnya bisa mencapai puluhan juta. Kalau bukan dari uang pungutan BU, kami pasti gak mampu menyambut tamu dari pusat itu,” ujarnya dengan mulut berbauh alkohol.

Selain itu, uang hasil pungli itu juga dimanfaatkan untuk dana layanan “persahabatan” terhadap rekanan kantor seperti untuk media, wartawan, hingga aparat hukum dari Polsek Waru, Polres Sidoarjo, hingga Polda Jatim. Demikian pula dari Kejaksaan Tinggi dan lainnya. Penyaluran dana persahabatan itu biasanya ditangani oleh personil yang ditunjuk kantor sebagai petugas Humas yaitu Kamali Sugito dan M. Faudzan.

Biaya iklan kerjasama dengan media agar kemarakan pungli di lingkungan kantor Imigrasi Klas 1 Khusus Surabaya itu tidak dimuat nilainya antara Rp 500.000 hingga Rp 1.000.000, uang bulanan wartawan media harian, mingguan, atau majalah yang antara Rp 20.000 hingga Rp Rp 300.000. Juga, layanan “amplop silaturahim” yang diberikan pada beberapa aparat hukum yang setiap bulan datang menghadap, yang isinya antara Rp 300.000 hingga Rp 500.000 tergantung dari pangkat dan jabatan struktural aparat hukum tersebut. Selain itu, layanan bantuan pembuatan paspor “gratis” buat awak media atau aparat hukum yang akan melakukan tugas keluar negeri.

“Dana persahabatan untuk wartawan dan aparat hukum itu dikucurkan manajemen lewat pejabat humas secara mingguan. Jumlah pastinya saya tidak tahu, karena dana silahuahim itu selalu diberikan dalam amplop tertutup,” kara karyawan tersebut.

Melihat pembagian dana yang demikian merata di semua lini itu, maka penyebab tidak adanya publikasi negatif menyangkut pungli paspor itu diungkap media merupakan suatu kebenaran.(bersambung)

0 komentar:

Posting Komentar